Review Buku: Bukan Istri Pilihan, Maria A. Sardjono

Komentar saya tentang buku ini adalah: duh penulisnya pinter banget membuat pembaca jadi emosi jiwa. Padahal depannya kesannya datar dan membosankan, isinya juga banyak pesan layanan masyarakat dan berusaha mengajarkan nilai-nilai yang baik. Tetapi kelakuan tokohnya bikin saya sepanjang dengerin buku ini dalam hati berkata, “Duh kok begitu sih, agak-agak bodoh tapi juga ya emang katanya Cinta itu rada-rada bikin orang jadi terbodoh kan!”

Jadi ceritanya saya sudah menemukan waktu untuk mendengarkan buku dari Storytel lagi. Agak random memilih buku ini. Bukan karena judul yang penuh drama, tetapi karena nama penulisnya sepertinya sudah cukup ada nama. Teringat dengan kesan membaca buku Mira W., saya jadi penasaran apakah penulis jaman dulu kira-kira akan ada kesamaannya.

Kesimpulannya sih, walaupun ceritanya bikin konflik batin karena kesel sama tokoh utamanya si Ratih, tetapi saya cukup suka dengan gaya bercerita Maria A. Sardjono di buku Bukan Istri Pilihan ini. Keberhasilannya bikin saya kesal, saya anggap bukti memang penulisnya berhasil membuat pembaca menyelami apa yang diceritakan dalam novel romance yang menurut saya nggak romantis ini.

Sinopsis Bukan Istri Pilihan

Sinopsis dan rating dari Goodreads

Saya tidak membaca sinopsis sama sekali ketika mulai mendengarkannya. Mungkin kalau udah baca malah ga pingin dengerin.

Jadi ceritanya seorang wanita bernama Ratih yang hidupnya sangat malang tetapi dia tetap berusaha melakukan apa yang baik.

Ceritanya mulai dari diangkat anak, eh bapak angkatnya ternyata malah mau kurang ajar ke dia ketika beranjak remaja. Terus, ibu angkatnya bukan bantuin, malah ikutan ga suka karena cemburu. Jadi ketika Bu Marta, seorang ibu baik hati, melamar Ratih buat anak lelakinya Hartomo ya dia terima saja.

Tetapi ternyata, Hartomo ini lelaki yang … duh saya ga menemukan kata yang tepat… pokoknya Hartomo ini lelaki mengesalkan yang tak bertanggung jawab dan tak tahu apa maunya. Dengan dalih mencari nasib lebih baik, dia pergi ke Jakarta. Ketika dia gagal di Jakarta, bukannya balik ke kampung, dia malah menghilang tanpa kabar berita sampai bertahun-tahun lamanya.

Yang bikin kesal adalah: Ratih si tokoh wanita yang teramat baik ini dengan setia menunggu Hartomo karena dia sayang dengan Bu Martha. Unik emang hubungan menantu dan mertua yang digambarkan di buku ini. Biasanya menantu dan mertua kan yang malah sering digambarkan penuh masalah.

Konflik dari cerita Bukan Istri Pilihan

Sesuai dengan judul, konfliknya adalah ketika Hartomo merasa tidak puas dengan istrinya, Ratih, yang terlalu menurut dan tidak membantah, tidak berdandan dan baju biasa-biasa saja. Dia memutuskan sepihak kalau dia merasa butuh wanita yang lebih dari Ratih karena Ratih itu bukan pilihannya tetapi pilihan ibunya.

Buat Ratih, konfliknya adalah ketika dia akhirnya memutuskan mengajak ibu mertuanya ke Jakarta untuk mencari jejak suaminya dan memaksanya untuk kemudian bertransformasi menjadi wanita yang lebih mandiri, cantik, berbusana menarik dan tentunya ada pria lain yang lebih keren dari suaminya jatuh cinta padanya.

Tetapi seperti saya bilang, ini novel romance yang tidak romantis, karena Ratih terlalu keras kepala untuk menerima cinta lelaki bernama Doddy yang jauuuuuuh lebih baik dari suaminya. Saya rasa, penulisnya memang sengaja membuat pembaca kebingungan menentukan happy ending seperti apa buat Ratih.

Pergumulan Istri yang ditinggal tanpa kabar berita digambarkan dalam cerita ini. Saya merasa Ratih ini terlalu bodoh padahal diceritakan kalau dia mulai lebih pintar dan luas wawasannya. Konflik banget mau memilih antara Ratih berhasil bertemu dengan suaminya dan bahagia selamanya, atau ya sudahlah Ratih beralih ke Pak Doddy yang jauh lebih tulus saja.

Saya tak bisa menceritakan secara detil, tetapi kalau mau ikut diaduk-aduk emosi, boleh baca bukunya ya.

Ternyata Bukan Istri Pilihan Sudah Difilmkan

Buku ini diterbitkan pertama kali tahun 1981 dan dicetak ulang oleh Gramedia tahun 2014 dan 2017. Seperti halnya buku Mira W. sepertinya beberapa setting sudah disesuaikan. Saya jadi agak penasaran pengen tahu bagian mana dari teknologinya yang diubah.

Sepanjang mendengarkan buku ini saya serasa mendengar sinetron dalam versi sandiwara radio. Saya juga agak penasaran kalau misalnya Ratih dijadikan drama tv, siapa yang akan memerankannya. Barusan saya tak sengaja menemukan kalau buku ini sudah pernah difilmkan. Tetapi sayangnya karena filmnya sudah lama, sepertinya tidak ada di layanan streaming.

Mau tahu endingnya?

Setelah mendengarkan cukup panjang, akhirnya menjelang beberapa jam terakhir sampai juga ke bagian yang membawa ke pertemuan antara Hartomo dan Ratih. Mereka total tidak bertemu 7 tahun, dan ketika akhirnya bertemu adalah ketika Ratih sudah membuka usaha jahitan kebaya termasuk gaun pengantin, dan …. ya benar, calon istri pilihan Hartomo menjahitkan kebaya pengantinnya di Ratih.

Kebetulan yang dipaksakan? Ya namanya juga fiksi, mereka harus bertemu kan biar ada akhir cerita. Kalau sampai akhir mereka tidak juga bertemu, nah itu pasti akan lebih mengesalkan.

Lalu sudah sampai ke bagian itu, eh Hartomo melihat Ratih versi sekarang malah jadi ga rela kalau Ratih menikah dengan orang lain. Dih ini lelaki gak jelas banget ya, mau semuanya sama dia!

Ratih masih terlalu baik dengan bilang dia berharap Hartomo jangan membatalkan pernikahannya, karena dia tidak ingin menjadi orang yang menghalangi kebahagiaan Hartomo menikahi istri pilihannya.

Andaikan Ratih bilang begitu dengan tenang saja, rasanya sudah sangat mengherankan. Lah gimana ceritanya menunggu seorang pria 7 tahun, lalu ketika pria itu akan menikahi gadis lain, dia bilang jangan dibatalkan? Yang lebih mengesalkan lagi, Ratih bilang begitu tapi hatinya masih hancur karena dia masih berharap bersatu lagi dengan suaminya.

Duh gimana sih ini, apa iya mau dengan lelaki yang …. apa ya kata yang tepat untuk menggambarkan Hartomo ini … Bukan saja dia pergi tanpa kabar selama 7 tahun, lalu dia walau belum menceraikan istrinya malah merencanakan pernikahan dengan wanita lain? Terus ketika bertemu lagi dengan istrinya, eh dia malah mau balik lagi dengan istrinya ini karena merasa masih berhak? Dan istrinya pun mau aja gitu dengan suami yang jelas tak bisa diandalkan itu?

Rekomendasi?

Begitulah, mendengarkan cerita ini membuat saya berpikir banyak hal. Mungkin saja ada orang yang seperti Ratih yang tetap berusaha menunggu suaminya walaupun suaminya melakukan kesalahan. Mungkin saja banyak lelaki seperti Hartomo yang seenaknya saja memutuskan tak suka atau tak rela.

Mungkin saja banyak orang yang mau saja dibodohin karena cinta. Dan semuanya itu menarik karena hanya berupa fiksi. Lagipula ceritanya tidak berakhir sampai akhir. Jadi mungkin penulis mau kasih perenungan buat kita semua, bagaimana kita harusnya berkomunikasi dengan pasangan kita seandainya ada bagian yang kita rasa masih perlu diperbaiki. Bukan langsung tinggalkan saja, lalu kembali merasa berhak ketika ternyata pasangan kita memenuhi syarat yang kita inginkan. Pasangan itu bukan barang yang bisa dibuang dan dipungut seenaknya kan!

Kalau kamu suka membaca atau mendengarkan buku yang banyak pesan layanan masyarakat dan bikin emosi, cobain baca bukunya. Saya sih suka karena jadi ada bahan buat perenungan dan melihat bentuk baru dari bagaimana menyelipkan berbagai nasihat dalam sebuah fiksi.


Posted

in

,

by

Comments

4 responses to “Review Buku: Bukan Istri Pilihan, Maria A. Sardjono”

  1. Alfi Avatar

    Udah ikut emosi, ngebaca reviunya aja! Hahaha.

  2. risna Avatar

    Hahaha, baca gih, cari di jpusnas!

  3. […] apa saja yang saya dengarkan? Selain buku Bukan Istri Pilihan, saya juga mendengarkan buku lain dari Maria A. Sardjono yang berjudul Selendang Merah. Review buku […]

  4. […] membaca karya Maria A. Sardjono yang berjudul Bukan Istri Pilihan dan sukses merasa emosi jiwa dengan tokohnya, saya mencoba mendengarkan karya lain dari penulis […]

Leave a Reply