Isi tulisan ini
Akhirnya selesai juga nih baca buku Buku Brianna dan Bottomwise karya Andrea Hirata. Sejak menonton Laskar Pelangi di Netflix dan banyak yang bilang lebih bagus versi buku dari pada versi film, saya penasaran ingin membaca buku karya AH. Banyak juga pujian dari bukunya yang diterjemahkan ke berbagai bahasa, padahal ceritanya seperti Laskar Pelangi itu mengambil setting yang Indonesia banget.
Alkisah saya beli buku ini waktu mudik bulan Juli 2022, buku ini baru saja terbit waktu itu. Salahnya saya tidak mengetahui sebelumnya kalau buku ini ternyata merupakan dwilogi alias akan ada lanjutannya. Saya baru menyadarinya setelah bukunya sampai di tangan saya. Fakta itupun saya lupakan sejenak dan berpikir untuk langsung saja deh baca. Akan tetapi walau saya sudah mulai sejak Juli 2022, saya baru menyelesaikan membaca buku ini di bulan Juni 2023. Apa pasal? Emang tahun ini agak berkurang semangat membacanya dan juga masalah buku fisik juga membuat saya jadi banyak alasan tidak meneruskan baca. Yang penting akhirnya sekarang bukunya selesai dibaca dan semoga semangat membaca kembali lagi.
Kesan Pertama: Merasa Kewalahan
Sebelum saya menceritakan isi bukunya, saya ingin menuliskan kesan pertama membaca buku ini. Inti dari kesan pertama adalah saya kewalahan.
Kewalahan dengan banyaknya tokoh yang diperkenalkan, kewalahan karena setiap membaca butuh kacamata, kewalahan karena ceritanya bukan sesuatu yang saya mengerti: seputar gitar dan lagu yang saya tidak tahu seperti apa dan juga nama-nama tokoh yang saya tidak kenali. Semakin kewalahan karena ceritanya mengambil lokasi di Amerika selain di Indonesia. Selain itu juga kewalahan karena ternyata bahasa Indonesia saya sudah semakin ketinggalan dan saya tidak mengerti beberapa istilah Indonesia yang digunakan sampai saya harus bertanya ke teman-teman saya.
Kesan pertama saya sampai sekitar halaman 60 dari 314 halaman bisa didengarkan di obrolan saya bersama teman-teman Klub Buku KLIP bulan November 2022.
Jadi cerita di buku ini berbeda dengan Laskar Pelangi yang sangat lokal, karena ternyata fakta yang baru saya ketahui kemudian, ternyata AH menuliskan ini ketika dia sedang berada di luar negeri dan bahkan konon awalnya dia menuliskan ceritanya dalam bahasa Inggris lalu ditulis kembali dalam bahasa Indonesia. Padahal nih, ketika membaca buku ini saya bertanya-tanya bagaimana dia akan menerjemahkan cerita dan istilah yang digunakan ke dalam bahasa Inggris, karena terkadang menggunakan permainan kata yang Indonesia banget.
Bahkan ada nih satu bagian diceritakan tokohnya mirip guru PMP. Sebagai generasi yang masih mendapatkan pelajaran PMP saya bisa mengerti dengan mudah, saya tapi tidak tahu apakah generasi sekarang mengerti apa itu pelajaran PMP dan kira-kira karakteristik gurunya seperti apa. Belum lagi saya jadi penasaran apa kata yang akan dia gunakan dalam versi bahasa Inggris dan bahasa lainnya? Eh tapi saya tidak berniat sih membaca buku versi lainnya.
Sinopsis Cerita Brianna dan Bottomwise
Singkatnya, novel Brianna dan Bottomwise ini bercerita tentang usaha pencarian gitar Vintage Sunburst 1960 milik musisi ternama John Musiciante yang sudah memiliki gitar itu selama 30 tahun dan bersedia memberi reward tinggi.
Detektif swasta Bottomwise bersama asistennya Brianna menyusuri berbagai kota di Amerika untuk mencari jejak gitar tersebut dan juga mengutus 2 orang di Indonesia untuk mencari di perkampungan Sumatera.
Di manakah sesungguhnya gitar tersebut berada? Di Amerika atau di Indonesia? Kenapa bisa sampai di Indonesia?
Siapakah yang menemukannya? Apakah dia akan mendapatkan hadiah yang dijanjikan? Lumayan banget tuh hadiahnya.
Apakah akhirnya gitar tersebut akan kembali ke John Musiciante? Jadinya Brianna dan Bottomwise emang detektif jagoan atau beruntung saja?
Penasaran? Baca sendiri lengkapnya. Karena itulah inti dari cerita buku Brianna dan Bottomwise ini. Kalau saya kasih tau jawabannya kemungkinan ceritanya akan tetap seru untuk dibaca, karena ini jenis cerita yang membawa kita berjalan-jalan mengikuti perjalanan gitar vintage tersebut.
Kesan selanjutnya: Perlu ganti judul nih!
Sejak awal membaca buku ini saya sudah bertanya-tanya siapa itu Brianna dan Bottomwise, karena kisah mereka tidak langsung dibicarakan di awal buku. Sampai akhir cerita ini saya semakin bertanya-tanya kenapa judulnya Brianna dan Bottomwise kalau inti cerita buku ini adalah ironi perjalanan gitar vintage John Musiciante yang hilang. Di satu sisi John Musiciante sangat menghargai gitar itu sampai bersedia membayar mahal dan kehilangan semangat hidup karena kehilangan gitar, di sisi lain, gitar itu diperjual belikan dengan harga yang sangat murah dan diperlakukan seperti barang palsu.
Ini saya kasih gambaran nasib gitar mahal yang mengenaskan dari buku Brianna dan Bottomwise halaman 281.
Di mana Brianna dan Bottomwise ketika gitar itu mengalami nasib yang mengenaskan tersebut? Dipakai jadi senjata buat memukul, dijadikan barang bukti di pengadilan, bahkan dianggap membawa sial dan sampai dibuang ke hutan oleh dukun di Kampung Ketumbi. Pastinya Brianna dan Bottomwise berada jauh di belahan bumi lainnya saat semua itu terjadi.
Kesan setelah selesai membaca
Setelah selesai membaca saya kembali pada kenyataan kalau buku ini merupakan dwilogi dan masih ada hal-hal yang menjadi pertanyaan. Walaupun nasib gitar vintage tersebut sudah jelas, bagaimana dengan nasib para musisi yang sempat menghabiskan waktu bermain musik dengan gitar yang konon sangat keren tersebut? Ya bayangkan saja, setelah dijadikan asbak rokok, dijadikan alat pukul dan bahkan sampai dibuang ke hutan, gitar itu masih tetap bersuara seperti sediakala. Bagian fisik gitar bisa jadi sudah semakin usang, tetapi suaranya tetap keren katanya. Nah bagian ini saya agak kurang bisa mengerti, karena saya gak punya pengetahuan tentang gitar sama sekali.
Secara keseluruhan sebenernya gaya berceritanya yang sarat muatan lokal dan penuh dengan ironi dan juga sindiran ke berbagai pihak cukup bisa membuat saya mengangguk-angguk setuju ataupun tersenyum geli dan nyengir sendiri. Ada bagian yang terasa bertele-tele dan seperti penulisnya menjelaskan berlebihan, tetapi sepertinya saya pun dalam menulis blog terkadang seperti itu. Bisa jadi karena awalnya ditulis dalam bahasa Inggris, ketika menulis dalam bahasa Indonesia penulisnya keidean buat menambahkan contoh untuk memperjelas maksudnya. Namanya juga ini kali pertama saya membaca buku karya Andrea Hirata, jadi saya tidak ada pembandingnya.
Apakah saya akan membeli buku berikutnya? Entahlah, sejauh ini sepertinya buku berikutnya belum keluar dan saya tidak sepenasaran itu dengan nasib musisi Kampung Ketumbi. Sekarang sih masih maybe. Maybe yes maybe no hehehe. Saya tetap penasaran ingin membaca buku Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, sayangnya waktu kemarin mudik saya tidak menemukan ada toko online yang menjualnya. Atau ada yang mau membelikan atau meminjamkan untuk saya? Hehehe…
Leave a Reply