perbandingan ibu

5 Pertanyaan yang Sering Jadi Perbandingan Sesama Ibu

Ada yang bilang, setiap individu itu unik. Walaupun dari ibu dan ayah yang sama, setiap anak juga punya keunikan masing-masing. Keunikan ini bisa berupa kelebihan ataupun kekurangan. Semua individu itu berbeda, tetapi perbedaan yang ada bukan berarti untuk menjadi bahan perbandingan.

Demikian juga dengan nasib setiap orang itu berbeda. Selera dalam banyak hal juga berbeda. Kebanyakan hal di dunia ini walaupun serupa tetapi tidak seratus persen sama. Bahkan benda yang dicetak dipabrik yang bisa sama persis wujud fisik dan spesifikasinya, kalau sudah jadi 2 objek berbeda benda yang sama persis itu jadi berbeda. Misalnya saja bisa jadi benda yang 1 lebih tahan lama dibandingkan benda yang lain, tergantung pemakainya juga.

Dalam tulisan ini, saya mau membahas, ada begitu banyak perbedaan di alam semesta ini, ada begitu banyak hal yang membuat kita membandingkan berbagai hal. Akan tetapi tanpa kita sadari, banyak yang jadi kehilangan esensi dari apa gunanya ada perbedaan.

Eh, emang ada gunanya perbedaan itu? Ada dong! Baca dulu sampai habis, nanti saya kasih tau kapan perbedaan itu berguna.

Membedakan Lalu Membandingkan

Ketika mendapatkan tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Mei dengan tema Perbandingan (versus), saya langsung teringat dengan cerita dari buku Doa Sang Katak karya Anthony De Mello. Buku yang berisi kumpulan cerita untuk bahan meditasi atau perenungan. Ada 2 cerita yang menarik untuk direnungkan tentang perbedaan dan perbandingan.

Padahal pada dasarnya semua hal tentang domba putih dan domba hitam itu sama. Ini salah satu contoh kebiasaan manusia yang suka aja membeda-bedakan hal yang padahal sama.

Cerita lainnya berjudul Makin Tak Terbedakan, cerita ini juga menceritakan bagaimana manusia suka mencari-cari hal untuk dibedakan.

Terkadang, nggak jelas juga entah apa tujuan manusia membeda-bedakan dengan memberi label tertentu. Kalau dari cerita ini, tulang ya tulang, mau itu dari suku bangsa manapun, atau agama apapun, tetap saja tulang. Bahkan ketika tulang masih lengkap dengan dagingnya alias masih hidup, tidak seharusnya kita membeda-bedakan sesama manusia.

Perbandingan Kehidupan Perempuan, Istri, Ibu

Perbedaan itu ada, tetapi seringkali kita mempertanyakan dengan tujuan membanding-bandingkan, padahal nggak ada urusannya dengan kita. Contohnya saja ya, dalam hal menjadi perempuan, menjadi istri dan menjadi ibu, tidak semua sama nasibnya.

  • Tidak semua perempuan menikah pada usia ideal
  • Tidak semua istri langsung pintar mengurus rumah tangga
  • Tidak semua istri langsung hamil dan mengandung anak
  • Tidak semua wanita bisa punya anak
  • Tidak semua keluarga harus punya anak lebih dari satu
  • Tidak semua keluarga mendapatkan anak laki-laki dan perempuan

Apakah tidak memiliki apa yang dimiliki orang lain membuat hidup kita jadi kurang berarti dibandingkan yang lain? Kenapa ada orang yang suka mempertanyakan hal-hal yang bukan urusannya?

Lalu, kenapa masih saja ada banyak pertanyaan yang sering ditujukan kepada seorang ibu yang ironisnya ditanyakan oleh sesama ibu? Apakah mereka ingin merasa “lebih” dengan mempertanyakan hal-hal tersebut?

Melahirkan Normal atau Caesar?

Saya melahirkan dengan operasi Caesar. Anak pertama dilahirkan setelah mengalami sakitnya kontraksi, tapi pembukaan tidak berlanjut. Saya mengalami demam dan ternyata air ketuban sudah kering tanpa saya sadari.

Pilihan saya waktu itu masih bisa menunggu kontraksi bertambah, atau operasi. Jelas saya langsung pilih operasi. Walaupun banyak yang bilang pemulihan setelah melahirkan normal jauh lebih cepat dibandingkan pemulihan setelah operasi, saya tau persis kalau saya menunggu lebih lama, demi bisa menjawab kalau saya melahirkan normal akan membawa risiko bahaya untuk nyawa saya dan anak saya.

Setelah menjalani operasi caesar yang pertama, saya tahu banyak ibu yang berusaha untuk bisa melahirkan normal untuk anak berikutnya. Tetapi, dengan umur saya yang juga tidak muda lagi ketika melahirkan anak ke-2, saya memilih melahirkan dengan operasi sebelum mengalami kontraksi.

Apakah nanti ketika anak saya besar, untuk berbagai hal di masa depan, orang akan bertanya padanya: Kamu dilahirkan normal atau caesar?

Sudah pasti tidak. Lalu, kenapa ada tekanan untuk ibu yang melahirkan secara operasi?

ASI atau Susu Formula?

Perjuangan jadi ibu, tidak berhenti saat melahirkan. Justru perjuangan baru dimulai. Rentetan pertanyaan berlanjut mempertanyakan apakah anaknya diberi ASI (Air Susu Ibu), atau susu formula. Pertanyaan dan tekanan yang diberikan seolah memberikan sufor itu seperti memberi racun. Tekanan dari pertanyaan yang ada, terkadang membuat seorang ibu baru jadi merasa tidak sempurna sebagai ibu.

Faktanya, walau secara teori ketika melahirkan seorang wanita akan memproduksi susu, tidak semua bisa langsung lancar jaya. Saya termasuk beruntung mendapatkan bantuan dari tenaga kesehatan dan keluarga yang membantu di masa awal, sehinga bisa memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.

Walau saya sukses memberi ASI, buat saya sufor itu ada untuk membantu anak-anak yang lahir dari ibu yang produksi ASI nya kurang lancar. Kalau menurut saya, bahkan ketika seorang ibu memutuskan memberi sufor tanpa mencoba memberi ASI juga nggak boleh disalahkan. Pilihan itu masih lebih baik daripada anaknya tidak diberi susu sama sekali toh?

Saya setuju ASI itu penting, tetapi kenapa sih harus ada orang-orang yang memberi tekanan untuk seorang ibu dalam memberikan ASI ke anaknya?

Seperti halnya dengan pertanyaan cara melahirkan, apakah suatu hari anak itu akan mendapatkan pertanyaan yang menentukan nasibnya tergantung dari dia mendapat ASI atau sufor ketika bayi?

MPASI Rumahan atau MPASI Instan?

Tidak ada sekolah menjadi seorang ibu, kita belajar dari pengalaman dan mendengarkan pengalaman ibu yang lebih dulu menjalani. Pelajaran paling penting bagaimana tetap waras ketika anak sering menangis dan kita kurang tidur.

Ketika kemudian tiba masa anak harus belajar makan setelah ASI (MPASI), belum tentu semua ibu punya waktu untuk memasak makanan anaknya sendiri. Jadi, memilih makanan bubur instan yang sudah jelas kandungan tertera di dalamnya bisa jadi jurus menjaga kewarasan.

Saya paham kok manfaat memberi MPASI hasil masakan sendiri itu, tetapi sebenarnya sih kalau cara memasaknya nggak benar, bisa-bisa tidak lebih bergizi dibandingkan makanan khusus bayi yang dijual dalam kemasan.

Pada akhirnya sih sebenarnya mau MPASI masakan sendiri atau bubur instan, menurut saya masih sama saja dibandingkan nggak dikasih makan. Iya kan!

Homeschooling atau Sekolah Biasa?

Sebagai keluarga yang memilih homeschooling, kami sering ditanya kenapa anaknya nggak sekolah? Seolah-olah dengan tidak mengirim anak ke sekolah, kami tidak memberi pendidikan kepada anak kami. Kata siapa pendidikan hanya didapat dibangku sekolah?

Anak tidak dikirim ke sekolah, bukan berarti tidak mendapat pendidikan. Nilai di selembar kertas itu tidak membuktikan apa-apa. Yang terpenting adalah anak punya keahlian dan disiapkan untuk bisa mandiri di masa depannya.

Tidak harus dibandingkan antara homeschooling dan sekolah formal, intinya anaknya mendapatkan pendidikan. Kalau memang orangtua mampu dan lebih pintar dari guru-guru di sekolah, lebih baik dong kalau kita ajarin sendiri tuh anak-anak. Masalah sosialisasi juga tidak hanya ada di sekolah kok.

Mau pilih homeschooling atau sekolah biasa, yang penting anaknya mendapatkan pendidikan. Kalau anaknya sudah punya modal pendidikan dan keahlian, di dunia kerja nantinya tidak akan ditanya ijazah SD sampai SMA.

Anak Laki-laki atau Perempuan? Tambah dong biar lengkap!

Pertanyaan ini banyak variasinya. Kalau anaknya perempuan disuruh nambah biar dapat laki-laki, sebaliknya juga begitu. Selain itu, kalau baru punya anak 1, akan disuruh nambah lagi, padahal bisa jadi keluarga tersebut sudah merasa cukup.

Saya punya 2 anak laki-laki, sampai anak sudah besar seperti sekarang, masih ada saja yang menanyakan: nggak pengen nambah lagi?, siapa tau dapat perempuan?

Sebenarnya sih heran juga, emangnya orang yang bertanya itu bakal bantuin kalau saya hamil dan punya anak lagi? Terus kalau ternyata anaknya laki-laki lagi, mau sampai kapan menambah lagi? Apakah jadinya tambah anak sampai dapat perempuan?

Melihat Perbedaan Tanpa Membandingkan

Seperti saya sebutkan sebelumnya, setiap manusia itu unik dan berbeda. Bahkan 2 anak dari orang tua yang sama saja pasti berbeda, sampai level DNA yang menjadi cetak biru kehidupan bisa terlihat perbedaannya.

Perbedaan itu ada dan nyata, misalnya saja ketika Tuhan menciptakan manusia ada yang namanya lelaki dan perempuan. Ada tujuan kenapa diciptakan berbeda. Karakteristik lelaki dan perempuan itu berbeda untuk menjalankan tugasnya masing-masing.

Perbedaan itu ada untuk memberi variasi, seperti halnya warna itu bukan hanya hitam dan putih saja, supaya kita bisa menikmati aneka warna seperti warna pelangi di bumi ini.

Kalau dulu melahirkan itu piilhannya normal atau korban nyawa, bersyukur ditemukan pilihan dengan operasi yang menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya.

Dulu mungkin kalau ibu tidak punya ASI, anaknya bisa mati karena tidak mendapat nutrisi, bersyukur ada yang membuat susu formula menjadi bantuan ibu yang tidak bisa memberi ASI.

Sebelum ada produksi MPASI instan, anak bisa mati kelaparan kalau ibunya tidak punya waktu masak atau memberi makanan yang salah sebelum waktunya, bersyukur ada penelitian menghasilkan MPASI instan yang lengkap nutrisinya.

Demikian halnya dengan masalah pendidikan, dulunya tidak ada pilihan mengirim anak ke sekolah. Orang tua harus mendidik anaknya sendiri di rumah. Kalau orang tuanya kurang pintar, ya anaknya memang jadi kurang mendapat pendidikan.

Di Indonesia sendiri, lembaga sekolah baru ada sejak dibawa oleh Belanda sekitar tahun 1900-an. Jadi kenapa harus ributin homeschool atau kirim ke sekolah kalau toh anak sama-sama mendapat pendidikan.

Kalaupun ada perbedaan antara anak pertama dan kedua, pastinya masing-masing punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bukan untuk dibandingkan, tetapi untuk diajari bekerjasama saling mengisi. Anak lelaki maupun perempuan, sama-sama perlu dididik untuk menjadi manusia berguna dan mandiri. Siapa tau mereka bisa jadi penemu hal baru untuk menjaga bumi.

Yuklah, mari kita mencoba melihat perbedaan itu sebagai hal yang berguna, dan bukan untuk dibanding-bandingkan dan kehilangan esensi dari perbedaan tersebut.


Posted

in

,

by

Comments

One response to “5 Pertanyaan yang Sering Jadi Perbandingan Sesama Ibu”

  1. Dewi laily purnamasari Avatar

    Setuju banget ini teh Risna, bahwa perbedaan itu tak perlu menjadi ajang membandingkan dan menjudge seseorang mana yang paling keren. Kita lebih baik memahami mengapa hal tersebut menjadi pilihan seseorang.

Leave a Reply