Isi tulisan ini
Kalau dulu saya sering mendengar ada yang mengeluhkan hidupnya yang terasa membosankan karena setiap hari melakukan rutin yang sama. Sekarang saya malah berpikir sebaliknya dan merasa bagaimana hidup jadi lebih mudah dengan adanya rutinitas.
Ada yang sama dengan saya?
Sebagai ibu rumah tangga dengan 2 anak usia sekolah, jadwal saya banyak sekali terkait dan perlu menyesuaikan dengan jadwal seluruh anggota keluarga. Bukan berarti saya tidak punya agenda kegiatan atau jadwal pribadi, tetapi tugas dan tanggung jawab sebagai istri dan ibu juga tentunya tidak boleh dilupakan begitu saja.
Bagaimana hidup saya jadi lebih mudah dengan adanya rutinitas? Yuk dibaca dulu curcolan saya ini sampai habis.
Kebiasaan atau Rutinitas?


Kebiasaan itu tidak otomatis tercipta. Ada hal yang awalnya harus dilatih untuk dibiasakan, lalu menjadi kebiasaan. Setelah terbiasa, lama-lama ditambahkan menjadi rutinitas harian, mingguan, bulanan, atau secara berkala.
Tidak semua kebiasaan itu selalu baik, misalnya kebiasaan menunda menuliskan tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog yang sudah diumumkan dari tanggal 1 dan baru dikerjakan menjelang deadline adalah kebiasaan yang kurang baik. Tetapi, dengan segala upaya, saya akan tetap mengupayakan supaya bisa rutin menyelesaikan tantangan MGN ini sepanjang tahun. Harapannya sih bisa mengubah kebiasaan deadliner ini, tapi ya target sementara harus ikut secara rutin dulu deh!
Membangun rutin tak selalu mudah
Ada banyak kebiasaan dan rutinitas saya yang terbentuk sebagai kegiatan bersama sebagai keluarga. Salah satu rutin keluarga kami yang awalnya agak berat membiasakannya dalam waktu beberapa tahun terakhir sebagai keluarga adalah berjalan kaki keliling komplek rumah kami. Awalnya yang berjalan kaki hanya pak suami dengan anak pertama. Lalu dengan agak dipaksa, saya dan si bungsu juga diajak berjalan kaki bersama. Mulanya hanya setiap pagi, lalu sekarang menjadi pagi dan sore hari.
Kebiasaan dan rutin untuk jalan kaki setiap hari ini menghasilkan anak-anak yang bisa diajak jalan-jalan yang banyak seperti waktu kami jalan-jalan ke Kuala Lumpur di akhir tahun lalu. Dalam sehari kami bisa berjalan sampai dengan 15 ribu langkah. Anak-anak terbiasa jalannya lebih cepat dari saya dan tidak ada yang merasa mengeluh karena jalannya jauh atau terlalu lama. Memang sih, kami berjalan-jalannya bukan jenis hiking, tapi tetap saja kami berjalan cukup banyak dibandingkan hari-hari biasanya.
Kami juga membiasakan untuk memiliki jam makan teratur, dan jam tidur teratur untuk anak-anak. Kalau sedang perjalanan, kami perlu menyusun rute perjalanan supaya kami bisa tetap makan di saat jam makan kami. Ketika perjalanan dengan beda zona waktu sedikit, kami akan sesuaikan saja. Misalnya, ketika berjalan-jalan di Singapura dan Malaysia yang beda 1 jam dari Thailand, kami tetap menggunakan jam makan dan jam tidur waktu Thailand dan bukan waktu setempat. Alasannya tentu saja karena jam bangun paginya juga biasanya masih tetap mengikuti waktu Thailand.
Walaupun namanya rutin, sifatnya tentu saja bisa disesuaikan dengan keadaan. Rutin saat berperjalanan misalnya tentu berbeda dengan rutin saat di rumah. Biasanya sebisa mungkin saya tidak membuat rutin jadi berantakan ketika berperjalanan supaya mudah mengembalikannya ketika kembali ke rumah.
Kami belum pernah berperjalanan dengan zona waktu yang sangat berbeda dari Thailand, jadi belum tahu juga akan seperti apa jam makan kami kalau misal pergi ke tempat dengan zona waktu yang berbeda lebih dari 1 jam.
Membangun rutin ini tidak selalu mudah. Tetapi saya senang dengan adanya rutin, banyak hal lebih terprediksi dan teratur. Setelah anak-anak punya jam teratur untuk masuk kamar, saya juga jadi punya waktu untuk punya me time. Bisa untuk menyelesaikan beberes rumah, menulis blog, mempersiapkan bahan mengajar, atau sekedar menonton drakor.
Rutinitas Bisa Berubah
Selain kegiatan fisik, kami juga mempunyai rutin sarapan. Ada menu standar yang menjadi pilihan sarapan dan juga hari tertentu untuk jenis sarapan kami. Hal ini jelas mempermudah menjawab pertanyaan: Mau sarapan apa besok? Kalau kita selalu makan sarapan yang sama setiap hari, tentunya akan terasa membosankan. Tetapi dengan adanya jadwal rutin jenis sarapan, tentu jadi lebih bervariasi dan bahkan ada yang ditunggu-tunggu (misalnya menunggu hari masak Indomie).
Hal rutin seperti sarapan ini sebenarnya bukan sesuatu yang harga mati atau ga bisa ditawar lagi. Ada kalanya kami menyesuaikan dengan keadaan juga. Bisa digeser, tukar hari, ataupun berganti. Rutinitas bisa menyesuaikan dengan kebutuhan. Kita perlu membuat variasinya juga supaya jangan sampai timbul perasaan bosan dengan rutinitas.
Kehidupan keluarga ketika anak masih kecil dan ketika anak menjelang remaja tentunya berbeda. Contoh paling nyata adalah kalau dulu saya lebih banyak melakukan hal di rumah, sekarang kami perlu memaksa diri untuk membawa anak-anak keluar rumah supaya badan lebih banyak bergerak dan mengurangi melihat layar sepanjang hari.
Menuliskan Rutin dan Rutin Menulis
Dengan adanya rutin, sebenarnya banyak hal sudah bisa diingat hampir secara otomatis. Akan tetapi ada kalanya kita sangat sibuk karena ada agenda tambahan di hari tersebut, dan hasilnya jadi lupa kalau hari itu harusnya antar anak ke suatu tempat.
Sudah pernah kejadian, saya lupa kalau setiap Kamis sore, anak sulung punya kegiatan, dan saya baru ingat di hari Jumat. Padahal Kamis sore itu kami sudah tidak ada kegiatan lain, tetapi sepanjang pagi dan siang kami memang disibukkan dengan banyak kegiatan di luar rumah, makanya anaknya juga sampai lupa dia punya kegiatan di hari itu.
Kapasitas mengingat hari memang bisa berkurang kalau sedang banyak kegiatan. Padahal di hari itu saya ingat kalau sore anak sulung punya kegiatan. Mungkin karena sudah berasa lelah, saya lupa kalau saya masih harus mengantarkannya.
Berdasarkan pengalaman terkadang lupa ini, saya sekarang selalu menuliskan semua jadwal di app kalender walaupun itu berupa hal rutin, dan tentunya memasang alarm pengingat menjelang jam kegiatan atau janji.
Saat ini saya memasang alarm di ponsel saja. Saya membiasakan memasukkan semua rutin mingguan (selain kegiatan jalan) ke dalam aplikasi kalender di ponsel. Nantinya kalau ada janji baru atau hal lain yang perlu diingat seperti lapor diri setiap 90 hari, pengingat isi pulsa nomor Indonesia, atau janji ketemu dokter gigi, semua perlu dicatatkan juga ke kalender ponsel.
Selain rutin menuliskan kegiatan di kalender, saya juga merutinkan diri menulis berbagai hal yang saya ingin ingat. Saya sadar ingatan saya ada batasannya. Kalau ditanya lagi tanggal berapa tahun lalu kami kembali dari Indonesia, saya mungkin tidak akan ingat langsung. Tetapi dengan adanya catatannya di blog, saya bisa mencari informasi tersebut.
Menambah agenda di antara rutin
Selain mencatat jadwal pribadi, saya juga mencatat semua kegiatan seluruh anggota keluarga di aplikasi kalender. Saya juga sharing kalender dengan pak suami. Seandainya ada rencana untuk pergi, atau ada kegiatan, kami bisa memeriksa kalender kami untuk memastikan tidak ada kegiatan yang bentrok.
Oh ya, saya juga mencatat jadwal libur Thailand, jadwal libur Indonesia, dan jadwal libur sekolah anak. Kenapa saya perlu mencatat jadwal libur Indonesia? Karena pernah dulu kejadian bikin janji ke KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Bangkok yang bertepatan di hari libur Indonesia. Anehnya, waktu kami menelpon bikin janji, pihak KBRI mengiyakan saja, untung segera menyadari kalau itu hari libur Indonesia (yang biasanya libur juga di KBRI), jadi sempat untuk membuat ulang tanggal janji baru.
Kalau ada teman yang ingin mengajak bertemu, atau kalau sedang mempertimbangkan ikut kelas zoom sore hari, saya juga bisa dengan cepat tahu jadwal ketersediaan waktu saya dengan adanya rutin.
Bukan hanya jadwal kegiatan di luar rumah
Selain jadwal kegiatan, saya juga menambahkan pengingat untuk hal-hal sederhana tapi perlu seperti: mengeluarkan galon air isi ulang setiap hari tertentu, membuang sampah ke depan rumah supaya bisa diangkut sama tukang sampah keesokan paginya, dan yang tidak kalah penting jadwal cuci baju!
Jadwal mencuci baju sebenarnya tidak saya tuliskan di kalender. Jadwal ini menjadi penting karena ketika ditunda-tunda, kerjaan urusan cucian bisa jadi semakin banyak dan akan butuh waktu lebih lama mengerjakannya. Kami tidak bisa kalau hanya mencuci sekali seminggu, tetapi juga tidak bisa kalau mencuci setiap hari. Makanya saya merasa perlu ada rutin mencuci. Kalau mbak nggak masukpun, saya akan usahakan cucian tetap dicuci di hari tersebut.
Mempermudah Hidup dengan Rutinitas
Dulu saya berpikir hari libur itu hari tidak mengerjakan apapun, bersantai saja seratus persen. Tetapi ternyata, saya perlu rutin bahkan di hari libur. Kami tetap merasa perlu untuk berjalan kaki setiap hari, dan perlu untuk makan secara teratur juga.
Saya merasa banyak hal terasa lebih mudah dalam hidup ini ketika ada keteraturan:
- Banyak hal lebih teratur dan terprediksi.
- Tidak perlu lama dalam memutuskan banyak hal (berdasarkan kebiasaan misalnya tentang makanan).
- Lebih mudah menyisipkan agenda tambahan.
- Banyak hal bisa diselesaikan dalam satu hari
- Hidup tetap bervariasi karena rutinnya juga tentu ada variasinya setiap harinya.
Bagaimana dengan Mamah sekalian, masih merasa rutin itu membosankan, atau punya tips tambahan untuk mempermudah hidup dengan rutin yang sudah dilakukan?

Leave a Reply