Isi tulisan ini
Kali ini saya mereview film India berjudul Hichki produksi tahun 2018. Sudah lama rasanya saya tidak menonton film India. Film India terakhir yang ditonton itu ya Kuch-Kuch Hota Hai (ketauan umur ya).
Sebelum bercerita lebih jauh, film ini menarik buat saya karena bercerita tentang seorang guru dengan Sindrom Tourette. Lalu guru tersebut kebagian menangani anak-anak yang digolongkan nakal, tapi sebenarnya lebih tepat disebut anak-anak yang kurang diperhatikan orangtua karena masalah ekonomi keluarga.
Berbeda dengan film India yang pernah saya tonton sebelumnya, film ini tidak mengandung tari-tarian khas film India. Lagu-lagunya sih ada dan menarik, tapi yang pasti nggak ada tuh gerakan memeluk pohon ataupun tarian berkelompok. Sepanjang film ini, sangat sedikit ditunjukkan wanita mengenakan sari, baju tradisional India.
Saya menonton film ini setelah tadi pagi mendapat rekomendasi dari mbak Shanty. Film ini hanya ada di Amazon Prime yang kebetulan baru bulan ini kami berlangganan.
Tentang Sindrom Tourette
Menurut Wikipedia, Sindrom Tourette atau penyakit Tourette adalah penyakit gangguan syaraf yang membuat seseorang tidak bisa mengendalikan gerakan spontan dan mengeluarkan suara seperti cegukan.
Penyakit ini merupakan penyakit keturunan dan terkadang dikenal seperti orang latah yang mengeluarkan kata-kata tidak sopan, ataupun yang tiba-tiba menggerakan bagian tubuhnya berulang-ulang.
Sindrom Tourette ini tidak selalu bisa diindentifikasi karena spektrumnya sangat besar. Yang jelas, sindrom ini tidak mempengaruhi kecerdasan ataupun harapan hidup.
Tentang film Hichki yang diangkat dari kisah nyata
Film produksi Bollywood ini merupakan adaptasi dari kisah nyata dari seorang motivational speaker asal Amerika bernama Brad Cohen yang menuliskan pengalamannya yang sering diolok dan sulit mendapatkan sekolah sejak kecil, sampai akhirnya dia bercita-cita menjadi guru.
Brad Cohen menuliskan pengalamannya dalam buku yang ditulis bersama Lisa Wysocky di tahun 2005. Buku berjudul “Front of the Class: How Tourette Syndrome Made Me the Teacher I Never Had” ini sudah diadaptasi menjadi film Televisi Hallmark Hall of Fame di tahun 2008. Di tahun 2018, Bollywood mengadaptasi buku tersebut menjadi film Hichki yang dibintangi oleh Rani Mukerji.
Film Hichki yang bergenre drama komedi ini sekaligus menandai kembalinya Rani Mukerji ke dunia akting setelah sebelumnya selama 4 tahun dia berhenti sejak melahirkan. Rani Mukerji memang memilih untuk fokus mengasuh anaknya sendiri, tapi dukungan suami jugalah yang membawanya kembali ke dunia film.
Saya belum membaca buku ataupun menonton film Front of the Class, tapi menurut saya cerita yang diangkat cukup menarik untuk dijadikan pelajaran bersama.
Sinopsis Film Hichki
Naina Mathur adalah seorang yang mengidap sindrom tourette. Sejak kecil dia diolok-olok karena selalu membuat suara cegukan dan gerakan yang tidak bisa dia kendalikan. Setelah ditolak sebanyak 12 sekolah, akhirnya dia diterima di sebuah sekolah.
Pertemuannya dengan guru yang menerima kekurangannya, membuatnya terinspirasi dan ingin menjadi guru untuk anak-anak yang tertolak seperti dia.
Singkat cerita, Naina sudah lulus Sarjana Pendidikan dan bahkan menjadi lulusan Master of Science. Usahanya mencari pekerjaan menjadi guru juga mengalami penolakan berkali-kali. Penolakannya tentu saja karena dia selalu mengeluarkan suara berisik dan gerakan yang membuat orang merasa aneh melihatnya.
Akhirnya setelah ditolak oleh banyak sekolah, Naina diterima bekerja di almamaternya untuk menangani kelas khusus. Kelas khusus grade 9 dalam kategori F (sekitar kelas 3 SMP). Sudah ada 7 guru dalam waktu beberapa bulan yang minta berhenti, dan dia adalah guru ke-8 menangani kelas F.
Kelas 9F ini memang kelas istimewa. Isinya anak-anak yang terkesan bandel dan nakal, masing-masing memiliki keunikannya sendiri. Anak-anak yang kurang perhatian dari orang tua, karena orang tua nya sibuk mencari nafkah.
Berbeda dengan guru-guru lain, Naina melakukan pendekatan yang berbeda termasuk dalam gaya pengajarannya. Menurut Naina, tidak ada murid yang nakal, adanya guru yang tidak bagus mengajarnya.
Usaha Naina tentunya tidak mudah dalam mengajari 14 anak yang kurang beruntung ini. Selain seluruh sekolah memperlakukan mereka berbeda, mereka juga tidak merasa pintar. Misi mereka setiap ada guru baru adalah berusaha membuat guru itu menyerah dari hari pertama.
Hal Menarik dari Film ini
Film ini menarik, karena menceritakan bagaimana seorang yang berkebutuhan khusus (mungkin sekarang anak dengan sindrom tourette akan dikategorikan berkebutuhan khusus), berusaha diterima dengan normal.
Pengenalan tentang penyakit tourette
Penyakit tourette ini memang tidak mempengaruhi kecerdasan, tapi karena sering berbunyi dan bergerak aneh, memang orang punya kecenderungan merasa penyakit ini akan jadi masalah dalam belajar.
Film ini berusaha mensosialisasikan tentang penyakit tourette, dan bagaimana kita sebaiknya menerima mereka yang mengidap tourette ini sebagai orang normal.
Metode belajar tidak harus seragam
Metode pengajaran yang dilakukan oleh Naina sebagai guru juga menarik, karena dia tidak mengajar berdasarkan mata pelajaran. Tapi bisa jadi dari matematika, sekaligus fisika dan kimia bergantian.
Mungkin ini yang sekarang banyak diadaptasi oleh kurikulum dengan istilah tematik. Tapi, di film ini jadi terlihat lebih menarik, karena mereka ditunjukkan belajar tidak selalu di dalam kelas.
Pentingnya pendidikan untuk masa depan
Dalam film ini, beberapa kali anak-anak yang nakal itu terancam akan dikeluarkan dari sekolah. Alasannya pun berbeda-beda. Dibutuhkan seorang guru yang memperjuangkan murid-muridnya untuk tetap bisa meneruskan kesempatan belajar. Mengeluarkan anak dari sekolah, hanya akan menambah masalah di kemudian hari.
Naina Mathur sudah tahu bagaimana rencana murid-muridnya untuk membuatnya tidak betah di sekolah. Tapi, dia berusaha untuk membuat anak didiknya menemukan motivasi untuk belajar dan menemukan apa yang mereka sudah kuasai.
Yang saya suka dari film ini
Saya suka film ini karena Rani Mukerji berperan sangat bagus menjadi orang yang mengidap penyakit tourette. Dia berperan sampai ke bagian tanpa dialog, dan terlihat sangat meyakinkan.
Film ini juga mengingatkan saya untuk tetap bersemangat mengajarkan anak-anak belajar walau di masa di rumah saja ini. Apalagi sebagai keluarga homeschool, saya merasa perlu meniru kesabaran yang dimiliki ibu guru Naina Mathur dalam mengajari dan memperjuangkan pendidikan anak muridnya.
Belajar itu tidak hanya yang ada di dalam buku kurikulum saja, ada banyak metode belajar dan semuanya melihat bagaimana muridnya.
Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari film ini. Yuk dicari dan ditonton saja sendiri kalau sedang mencari inspirasi bagaimana menjadi guru yang baik untuk anak selama masa belajar di rumah ini.
Leave a Reply