Isi tulisan ini
Tulisan ini pertanyaan sekaligus juga pernyataan. Saya bukan orang yang suka keramaian, tetapi saya juga nggak suka kalau terlalu sepi. Sejak tinggal jauh di Thailand, walaupun ada internet cepat, saya tidak terlalu mencari komunitas online. Jangankan komunitas yang isinya tidak saling mengenal, komunitas alumni satu sekolah atau satu angkatan di kuliah aja kalau nggak benar-benar kenal, rasanya saya malas nimbrung.
Kalau dulu komunitas online itu adanya di mailing list, forum, kemudian bergeser ke facebook grup, sekarang ini komunitas online banyak di grup yang dibentuk di pesan instan seperti WhatsApp dan Telegram. Kalau dulu akses internet hanya tersedia di tempat bekerja atau perlu menyalakan modem sebelum bisa periksa e-mail dan dihitung waktunya, sekarang ini internet ada dalam genggaman, otomatis pesan instan sesuai namanya akan terkirim saat itu juga. Perkara siapa yang baca saat itu, ya tergantung siapa yang sedang mantengin ponsel saat tersebut.
Sejak pandemi, komunitas online di grup chat semakin banyak. Bukan hanya di facebook grup, tetapi juga ada di whatsapp grup dan telegram grup. Terkadang obrolan di sosial media juga berlanjut ke obrolan di pesan instan. Masa pandemi yang membuat orang di rumah saja juga membuat grup chat hampir selalu ramai. Bukan cuma dengan cerita ngalor ngidur, tetapi berbagai informasi yang terpercaya ataupun yang sekedar “katanya” saja.
Fenomena grup chat sepi pasca pandemi
Masa pandemi berakhir, kesibukan kembali di dunia nyata alias offline. Grup chat mulai sepi. Tetapi sebenarnya bukan tidak ada yang membaca, entah apa alasannya banyak yang membaca tetapi tidak membalas. Mungkin sibuk, mungkin juga emang nggak punya komentar aja.
Maka muncullah pertanyaan: “kok sepi ya? Pada sibuk apa sekarang?”, Lalu grup akan ramai sebentar, lalu sepi lagi. Sesekali akan ada yang bertukar sapa, lalu sepi lagi. Pertanyaannya mungkin bukan kenapa sepi, tetapi apakah anggota grup masih ingat keberadaan grup tersebut? Atau siapa tahu akun dibajak atau ganti ponsel lalu tidak menginstal aplikasi pesan instan tersebut.
Ada banyaklah kemungkinan lainnya. Bisa jadi grupnya sepi karena anggotanya sebenarnya tidak sebanyak angka yang tertera dalam jumlah anggota. Atau bisa jadi memang kebanyakan sudah tidak membutuhkan komunitas tersebut untuk saat ini.
Sebenarnya sih, kalau memang tidak butuh lagi, sah-sah saja kok keluar dari sebuah komunitas online. Tidak usah merasa sungkan, karena nggak ada yang merhatiin juga. Paling yang masih memperhatikan isi grup itu ya para admin saja. Semua juga akan memaklumi kok kalau ada yang memutuskan keluar dari grup.
Perlunya bebersih anggota grup
Ada juga yang mungkin merasa sungkan bebersih grup. Mungkin merasa: Biarkan sajalah ada banyak nama di grup walau yang ngobrol hanya segelintir, toh yang nggak ngobrol itu nggak merugikan. Tetapi sebenarnya kalau saya pribadi lebih suka bebersih grup, karena bisa jadi orang tersebut sudah ganti nomor, ganti userid dan bisa jadi akun dihack dan orangnya sudah tak sama lagi. Namanya komunitas online, kita tidak bisa melihat siapa yang sesungguhnya berada di ujung sana.
Untuk beberapa grup di mana saya terlibat mengelola, biasanya saya mengusulkan buat bersih-bersih. Alasannya tentu saja demi kenyamanan dan keamanan anggota grup. Di dalam grup chat biasanya percakapan bisa dari Sabang sampai Merauke dan bisa tanpa sadar membagikan “too much information”, kalau tidak hati-hati, bisa-bisa percakapan dalam grup tentang curcolan seseorang jadi masalah di kemudian hari. Belum lagi ada saja kemungkinan kalau akun dibajak, maka anggota grup yang lain bisa “tertipu” kalau si pembajak menghubungi orang-orang yang ada dalam grup yang sama. Kita bisa berpikir oh ini si X yang ada di grup ini, padahal akunnya bukan dipegang si X lagi.
Kenapa Gabung Komunitas?
Kalau dulu alasan saya bergabung dengan sebuah komunitas karena (pernah) berada pada tempat yang sama. Misalnya komunitas seangkatan masa kuliah dan SMA. Di sini sih awalnya ya bertukar cerita dan bernostalgia. Lama kelamaan ya komunitas alumni ini karena tidak ada kegiatan bersama, walau masih ada tetapi tidak pernah ada obrolan lagi. Saya yakin banyak yang sudah lupa punya grup tersebut. Kalaupun ada yang tiba-tiba bertanya akan menanyakan misalnya: “Ada yang tahu gak teman kita yang namanya si A sekarang ada di mana?” Atau bertanya terkait tempat yang sama-sama pernah menjadi bagian hidup. kita.
Lalu sejak tinggal di Thailand, awalnya tidak ada komunitas orang Indonesia di Chiang Mai. Saya bergabung dengan Facebook komunitas orang Indonesia di Thailand, tujuannya bukan mencari kenalan, tetapi untuk mencari informasi. Ketika saya membutuhkan informasi tentang Thailand, saya bertanya di sana. Kenapa grup FB? Karena tidak kenal sebagian besar orang, rasanya lebih aman bukan di grup WA yang memperlihatkan nomor telepon kita.
Belakangan ini sudah ada lebih banyak orang Indonesia di Chiang Mai. Maka tanpa direncanakan terbentuklah komunitas orang Indonesia di Chiang Mai. Namanya orang merantau, isinya silih berganti, datang dan pergi. Walaupun tidak ada kegiatan rutin dan orangnya tidak terlalu banyak, komunitas Indonesia di Chiang Mai tetap terasa hangat dan akrab. Mungkin juga justru karena sedikit, rasanya lebih akrab. Beberapa yang sudah pergi dari Chiang Mai, masih ingin tetap berada di grup chat walaupun obrolan sudah tidak relevan lagi. Namun tentu saja, lambat namun pasti orang tersebut akan ijin pamit dari grup.
Komunitas Online
Berbeda dengan komunitas yang berdasarkan orang yang memang pernah mengenal sebelumnya, komunitas online ini berawal dari tidak saling kenal sama sekali. Dengan interaksi yang ada akhirnya saling mengenal. Saya ikut komunitas online ini biasanya karena ada hal yang ingin saya pelajari atau hal yang ingin saya capai.
Awalnya saya aktif ikut komunitas online itu ya komunitas menulis KLIP. Tujuannya jelas karena saya ingin mengisi blog lagi. KLIP menantang anggotanya untuk konsisten menulis minimal 10 setiap bulan, dan kalau bisa malah setiap hari. Sejak bergabung dengan KLIP pandangan saya terbuka tentang komunitas online.
Singkat cerita, saya belajar banyak dari komunitas online. Umumnya komunitas online yang saya ikuti, awalnya tidak saling mengenal. Dengan adanya kegiatan bersama yang intinya belajar dan berbagi karya, lama-lama mulai saling mengenal. Jadi tahu misalnya oh si A tinggal di kota mana dan dia suka menulis tentang apa. Bisa juga si B ternyata selain menulis juga suka memasak. Atau si C jagoan bikin ilustrasi, hasilnya keren-keren, boleh belajar nih dari dia.
Dari komunitas online KLIP, saya akhirnya punya keinginan untuk belajar ini itu dan ikutan beberapa komunitas. Sekarang ini sih akhirnya sebagian besar komunitas sudah saya tinggalkan, karena memang sudah selesai belajarnya selain itu juga supaya bisa belajar hal lain dulu.
Selain komunitas belajar, mungkin ada juga komunitas online untuk kongkow doang alias ngobrol doang. Tetapi saya lihat ada lagi nih fenomena baru di komunitas hobi yang saya ikuti. Ketika ditanya alasan bergabung ke komunitas disebutkan ingin ngobrol dengan teman sehobi. Tetapi ternyata di grup nggak pernah ngobrol. Nah untuk yang begini, kan jadi bingung ya maunya apa sih? Gimana mau saling mengenal kalau nggak pernah ngobrol?
Kalau saya sih alasan bergabung komunitas online itu pasti ada tujuannya, mulai dari karena memang kenal, pernah kenal, nyari teman belajar atau ya sekedar berbagi cerita karena hobi yang sama. Seandainya saya tidak mengikuti apapun di dalamnya, gak kenal siapapun dan atau gak pingin kenalan ya sudah biasanya saya akan pamit. Nantinya kalau perlu sesuatu kan bisa bergabung lagi. Kalau kamu bagaimana?
Bagikan yuk, alasan lainnya untuk bergabung dengan komunitas online.
Leave a Reply