Isi tulisan ini
Ada kutipan dari orang bijak bernama Heraclitus yang hidup di abad ke-6 sebelum Masehi : “Tidak ada yang tetap selain perubahan”. Menurut Heraclitus semua di dunia ini selalu berubah dan mengubah dirinya sendiri, sama seperti api yang berubah membakar sesuatu. Api mengubah sebuah benda dari berbentuk menjadi abu.
Lalu orang bijak lainnya bernama Demokritos yang hidup di abad ke-5 sebelum Masehi juga berkata: “Segala sesuatu ada dalam alam semesta karena adanya atom dan kekosongan.” Saat atom-atom bergabung atau berpisah, itulah yang menyebabkan perubahan terjadi. Selama ada kekosongan, atom bisa bergerak untuk berpisah atau bersatu lagi.
Hukum Kekekalan Energi
Dari 2 filsuf yang tadinya berbicara tentang perubahan di alam semesta, saya jadi teringat juga dengan hukum kekekalan energi yang berkata kalau energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, akan tetapi energi bisa berubah bentuk.
Perubahan yang disebutkan Heraclitus itu bisa jadi seperti energi yang berubah dalam hukum kekekalan energi. Jadi seperti perubahan yang dilakukan dengan rencana dari diri sendiri. Sedangkan teori Demokritos tentang perubahan itu terjadi karena ada ruang kosong saya bayangkan seperti perubahan yang terjadi di luar kontrol kita yang mau tak mau harus dihadapi.

Sebenarnya entah kenapa, sejak Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog meluncurkan topik Seni Bertahan Menghadapi Perubahan, yang selalu terpikir oleh saya ya ungkapan tentang tidak ada yang tetap selain perubahan dan juga hukum kekekalan energi. Dari hasil pencarian malah ketemu teori dari 2 filsuf yang ternyata masih nyambung dengan hukum kekekalan energi.
Energi dan Usaha
Dalam ilmu Fisika, usaha adalah energi yang digunakan untuk menggerakkan suatu benda, sedangkan energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Definisi ini juga bisa digunakan dalam pengertian sehari-hari.
Pergerakan suatu benda itu termasuk sebuah perubahan dari posisi A ke posisi B. Untuk menggerakkannya butuh kemampuan melakukannya (energi untuk berusaha). Jadi perubahan itu terkait usaha dan energi.
Salah satu alasan saya sulit memulai menuliskan tentang perubahan karena ada terlalu banyak perubahan yang terjadi. Perubahan yang memang saya sengaja dan inginkan (Heraclitus), maupun perubahan yang pasti terjadi selama ada ruang kosong (Demokritos) yang terkadang tidak kita inginkan terjadi pun bisa saja terjadi.
Perubahan ala Demokritos contohnya terjadi seiring pertambahan usia. Perubahan usia itu sendiri juga sesuatu yang terjadi tanpa bisa dihentikan, setiap hari kita bertambah tua sehari. Perubahan nyata dari pertambahan usia contohnya mata yang dulunya bisa melihat dengan jelas tanpa kacamata, akhirnya harus pakai kacamata juga setelah usia kepala 4. Namanya fisik mata, bagaimanapun merawatnya, akan ada umurnya.
Setiap orang mengalami perubahan fisik seiring perubahan usia termasuk mata. Ada yang lebih dulu memakai kacamata dibandingkan yang lain, tergantung usaha yang dilakukan untuk merawat kesehatan mata. Untuk wanita, ada lagi yang namanya perubahan hormon dalam setiap fase hidup dari kecil, remaja, dewasa, dan memasuki masa lanjut usia.
Perubahan ala Heraclitus misalnya perubahan kota tempat tinggal sejak lulus SMA, lalu pindah negara sejak menikah. Perubahan yang terjadi sebagai konsekuensi dari pilihan kuliah di ITB. Saya harus pindah dari rumah orang tua dan merantau ke Bandung dan ternyata tidak pernah kembali ke rumah lagi sejak lulus SMA.
Lalu ketika memutuskan untuk menikah, saya juga sudah tahu kalau akan ikut suami ke Thailand. Perubahan ala Heraclitus ini butuh energi dan usaha lebih tentunya, karena sebelum perubahan ini terjadi, kita sudah mempersiapkan diri sebelumnya dengan berbagai rencana untuk mengubah diri sendiri.
Contoh-contoh lainnya, bisa dibaca di dalam tulisan dari para Mamah Gajah Ngeblog yang menceritakan perubahan yang terjadi dalam hidup mereka, mulai dari perubahan berbagai fase kehidupan, perubahan karir, perubahan status, sampai perubahan teknologi sebelum AI. Lengkap!
Menerima Konsekuensi dari Setiap Pilihan
Ketika menghadapi perubahan yang tidak direncanakan tetapi merupakan bagian yang terjadi dari faktor eksternal, kita bisa membuat keputusan untuk beradaptasi mengikuti perubahan, atau menolak perubahan tersebut. Tapi setiap keputusan yang dipilih akan ada konsekuensinya. Artinya memilih keputusan sepaket dengan menerima konsekuensi dari pilihan.
Untuk setiap perubahan yang ada, kalau memang kita memutuskan untuk mengikuti perubahan tersebut, pastinya butuh energi dan usaha beradaptasi. Seperti usaha memakai kacamata walaupun tidak suka, atau ya kalau memutuskan untuk tidak selalu memakai kacamata dan menerima tidak selalu bisa melihat tulisan dengan jelas.
Biasanya, perubahan yang memang diusahakan secara pribadi, akan membawa konsekuensi lebih banyak perubahan lainnya. Perubahan tempat tinggal memaksa saya untuk menerima ada perbedaan cita rasa masakan dengan masakan mama saya. Ketika merantau ke Bandung maupun Thailand, saya perlu ekstra energi untuk beradaptasi dengan cuaca, makanan, dan juga berlatih kemandirian. Ada gabungan antara terpaksa dan memaksakan diri. Tetapi untuk sesuatu yang memang direncanakan sendiri, tentunya sudah lebih bisa mengantisipasi perubahannya.
Memaksa diri atau Keterpaksaan
Memaksakan diri ini juga termasuk kategori usaha dan energi ekstra yang perlu dilakukan untuk menghadapi perubahan. Jangan berpikir keterpaksaan itu selalu negatif. Dalam banyak hal, keterpaksaan ibarat usaha untuk mengosongkan ruang supaya atom bergerak ke arah yang kita tuju untuk kita ubah.
Ketika saya kuliah, saya perlu memaksakan diri untuk bangun pagi kalau ada jadwal kuliah jam 7 pagi, memaksakan diri untuk hidup teratur makan tanpa ada yang menghidangkan dan tidur tanpa ada yang mengingatkan. Saya juga perlu belajar mengatur keuangan untuk memastikan kiriman cukup untuk sepanjang bulan dan membaginya antara ongkos angkot dan biaya makan dan biaya lain-lain.
Bagaimana kalau saya tidak memaksakan diri? Yaaaa…, tentu saja harus menerima konsekuensinya seperti terlambat kuliah, atau sakit karena tidak teratur makan, atau kalau kehabisan uang bulanan sebelum akhir bulan kemungkinan ga bisa makan di akhir bulan sampai uang kiriman bulan berikutnya datang.
Demikian juga dengan kepindahan ke Thailand, membuat saya terpaksa belajar bahasa Thailand supaya bisa mempermudah komunikasi dengan orang lokal. Ada banyak teman-teman saya orang Indonesia di Thailand yang tidak belajar bahasa Thailand dan mereka tetap bisa bertahan hidup di sini, tetapi saya merasakan saya jadi merasa lebih nyaman tinggal di Thailand setelah semakin bisa berbahasa Thailand.
Seperti hari ini saya memaksa diri menyelesaikan tulisan ini, daripada ruang kosongnya membuat saya semakin malas untuk menulis kalau sudah ketinggalan tantangan MGN satu kali.
Siap atau Tidak, Perubahan itu Pasti
Perubahan itu pasti terjadi, dan kita perlu punya strategi untuk menyikapinya. Termasuk awalnya terpikir menuliskan tantangan di awal bulan, sampai akhirnya kembali berubah menjadi deadliner. Perubahan durasi tantangan MGN sejak 2025 seharusnya diikuti dengan perubahan strategi menyelesaikannya.
Saya punya pilihan untuk menjadi penyetor tercepat atau deadliner. Tentunya kalau ingin menjadi penyetor tercepat, saya perlu usaha lebih. Misalnya dengan memaksa diri menulis sebelum menjelang deadline. Tetapi juga saya punya pilihan untuk mengikuti kemalasan saya dan tidak memulai menulis. Konsekuensinya ya saya akan semakin malas menulis pastinya, karena seperti kehilangan semangat untuk menargetkan selalu mengikuti tantangan MGN sepanjang 2025.
Setelah merenungkan tentang perubahan dan bagaimana seni menghadapinya sampai hampir deadline, kesimpulannya apapun perubahannya, kita butuh energi, usaha, dan menerima konsekuensi dari setiap pilihan baik itu menerima dengan berstrategi atau menerima karena terpaksa. Kalaupun kita memutuskan untuk tidak mengikuti perubahan yang ada, tentunya kita tetap butuh usaha dan energi untuk menjalani konsekuensi dari pilihan kita tersebut.
Untuk menghadapi perubahan yang sedang dan mungkin akan terjadi hari ini dan hari mendatang, yuk kita siapkan energi, tetap berusaha, dan harus siap menerima konsekuensi dari setiap pilihan dan keputusan yang kita ambil. Perubahan pasti terjadi, tapi kita yang memutuskan pilihan kita dalam menghadapi perubahan, dengan catatan siap dengan konsekuensinya.

Leave a Reply to AlfiCancel reply