Isi tulisan ini
Akhir bulan Juli yang lalu, saya berkesempatan ngobrol seru dengan Teteh Jade tentang usaha menuju Zero Waste yang dilakukannya dengan keluarganya. Sejak saat itu, setiap saya memakai sesuatu yang menghasilkan sampah, saya seperti berkata dalam hati: Kapan nih bisa ikutan menerapkan zero waste?
Sudah paham kalau masalah sampah bisa merembet kemana-mana. Tempat pembuangan akhir dari sampah kita sehari-hari sering jadi masalah, karena akhirnya bisa sampai ke laut dan malah merusak habitat lainnya seperti yang digambarkan di film Under Paris. Tetapi rasanya memang tak mudah kalau mau komitmen untuk zero-waste.
Alasan Belum bisa Zero-Waste
Saya ingat, sebenarnya usaha menuju zero-waste ini bukan berarti benar-benar kita bisa hidup tanpa sampah, tetapi merupakan usaha untuk dengan sadar mengurangi menambah sampah di bumi.
Berbagai usaha yang dilakukan bisa berupa mulai memilah sampah organik dan anorganik, berusaha untuk mengurangi menghasilkan sampah dan juga berusaha memperpanjang umur dari suatu benda sebelum dibuang ke tempat sampah.
Masih belum selesai memilah barang di rumah
Sadar tidak sadar, setelah obrolan dengan teh Jade di IGLive Mamah Gajah Ngeblog, saya sudah melakukan beberapa hal seperti: mengurangi isi lemari pakaian dengan mengeluarkan yang benar-benar tidak dipakai lagi. Baju yang layak didonasikan, yang kurang layak dijadikan kain lap dulu sebelum dibuang.
Usaha lain yang juga saya lakukan adalah mulai mengurangi isi lemari buku seperti buku wipe-clean activity yang dulu banyak digunakan anak-anak di awal belajar menulis. Beberapa buku yang dipakai ketika latihan membaca di waktu kecil juga sudah saya pisahkan dan donasikan.
Sayangnya, walau sudah banyak memilah baju dan buku, barang di rumah masih tetap banyak dan saya yakin masih bisa dikurangi lagi.
Belum bisa mengurangi konsumsi yang mempermudah hidup
Beberapa hal yang juga belum bisa saya kurangi adalah penggunaan kertas tisue, membeli cemilan yang dibungkus alumunium foil, memesan makanan online, bahkan membeli apapun sekarang ini masih belum mencari toko yang menggantikan plastik dengan hal lainnya.
Saat ini saya masih banyak memakai barang-barang yang mungkin dulu awalnya dianggap mempermudah hidup, tetapi ternyata belakangan baru disadari membebani bumi dengan sampahnya. Yang praktis tidak berbanding lurus dengan ramah lingkungan sepertinya ya.
Masih kurang usaha buat membuat kompos
Saya belum bisa dan belum berniat bikin kompos. Saya hanya bisa memisahkan sampah basah dan kering dan sebagian sampah basah akan saya buang ke tanaman di pojok rumah. Setidaknya ketika membuang ke tempat sampah, saya memisahkan yang kering dan yang basah.
Karena bukan tipe yang suka bercocok tanam, saya juga tidak melihat kebutuhan membuat kompos. Andai membuat kompos nantinya, saya menunggu alat mengubah sampah langsung jadi kompos yang menggunakan energi matahari. Tetapi ini masih angan-angan, belum benar-benar dicari.
Usaha Mengurangi Sampah
Saat ini saya baru di tahap berupaya mengurangi isi rumah. Setelah belasan tahun tinggal di Chiang Mai, rasanya rumah kami semakin penuh saja. Sudah waktunya untuk mengurangi isi rumah terutama mainan dan baju anak-anak di masa kecil. Beberapa benda yang sempat saya kumpulkan juga mulai harus dikeluarkan dari rumah.
Selain mengurangi berbagai hal yang sudah tidak dipakai, hal yang juga paling penting adalah tidak menambah isi rumah dengan barang yang tidak benar-benar perlu dipakai termasuk berhenti mengoleksi benda terkait hobi.
Sehari-harinya, saya selalu membawa tas belanja sendiri, hal ini tentunya untuk mengurangi bertambahnya kantong plastik di rumah saya. Alasan lain membawa tas belanja sendiri, tentuya supaya tidak harus membayar ekstra kalau meminta tas plastik dari tokonya.
Kalau belum bisa hidup tanpa menghasilkan sampah, minimal yang bisa dilakukan ya mengurangi menghasilkan sampah. Sampah yang sedikit itupun harus diperhatikan, ke mana tempat membuangnya.
Membuang sampah pada tempatnya
Kalau sudah melakukan upaya zero-waste, mungkin kita sudah jelas mau ke mana membuang sisa berbagai hal. Akan tetapi kalau memang masih menghasilkan sampah yang hanya berkurang sedikit, sebaiknya perhatikan bagaimana kita membuang sampah di rumah.
Satu hal yang selalu penting untuk dilakukan dan diajarkan ke anak-anak adalah membuang sampah pada tempatnya. Tentunya maksudnya kalau sampah organik ya buang ke area sampah organik, kalau sampahnya tidak ramah lingkungan, ya kita harus memperhatikan ke mana sebaiknya kita melakukan tempat pembuangan akhir dari sampah tersebut supaya tidak merusak masa depan bumi.
Sampah yang tidak dibuang pada tempatnya bisa membuat saluran air tersumbat, saluran air yang tersumbat membuat air menggenang di musim hujan. Ketika air sungai meluap, bukan hanya menggenang, air bisa sampai masuk ke rumah. Biasanya yang masuk ke rumah bukan hanya air, tetapi juga sampah yang tidak dibuang pada tempatnya tersebut.
Beberapa saat ini, berbagai daerah di Thailand sedang kebanjiran. Salah satu berita yang saya sempat baca juga mengenai sampah yang masuk ke rumah-rumah. Saya juga membaca berita yang menyebutkan ada baiknya tetap memperhatikan pengelolaan sampah saat banjir melanda. Jangan sampai sampah yang kita hasilkan saat banjir, menimbulkan masalah berikutnya. Bukan hanya masuk ke rumah, tetapi juga bisa membawa berbagai penyakit lainnya.
Buanglah sampah pada tempatnya, bukan hanya berarti sampah kita di rumah, tetapi juga berarti membuang semua yang sudah tidak bisa digunakan lagi ke tempat pembuangan akhir (TPA) yang benar, baik itu untuk diolah kembali atau entahlah bagaimana mereka menghancurkannya.
Pengelolaan TPA tugas siapa?
Pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) dari sampah ini sebenarnya merupakan tugas kita bersama. Idealnya sih kalau ini merupakan program pemerintah setempat. Akan tetapi, saya lihat kalau sekarang ini di Chiang Mai sendiri masih merupakan usaha pihak swasta.
Kemarin ketika berkunjung ke mall, saya melihat mereka menyediakan 2 tempat untuk meletakkan baju bekas (yang bersih tentunya), dan plastik atau kertas sampah. Jadi kalau misalnya baju-baju yang sudah tidak dipakai tidak tahu mau didonasikan ke mana, bisa juga dibawa ke sana untuk mereka daur ulang.
Untuk pembuangan benda elektronik ataupun baterai, saya pernah melihat di perusahaan listrik. Tapi memang tempat-tempat seperti ini masih agak kurang umum. Saat ini saya masih punya beberapa tumpukan benda elektronik tidak terpakai di rumah, bukan menunggu untuk diperbaiki, tapi saya belum tahu mau dibuang ke mana.
Kalau saat ini saya baru bisa melakukan buang sampah pada tempatnya, mudah-mudahan di kemudian hari bisa semakin meminimasi menghasilkan sampah.
Harapan saya sih, ada sistem dari pemerintah tentang memilah sampah dari rumah sampai dibawa ke tempat pembuangan akhir, supaya kita tahu kemana kita harus membuang sampah kita. Semoga juga semakin banyak yang bisa mengolah sampah kain, kertas ataupun plastik untuk didaur ulang menjadi benda lainnya.
Jangan lupa, buanglah sampah pada tempatnya!
Leave a Reply