Film Dua Hati Biru, Jangan Sampai Anak Jadi Korban

Hari ini menemukan film Indonesia yang sudah masuk Netflix. Awalnya heran karena judulnya pakai bahasa Inggris Two Blue Hearts, setelah menonton baru tahu kalau itu terjemahan langsung dari Dua Hati Biru.

Waktu awal menonton, rasanya kayak pernah dengar judul ini, tapi malah gak kepikiran ternyata film ini sequel dari film Dua Garis Biru yang tayang tahun 2019.

Tentang Film Dua Hati Biru

Cerita Dua Hati Biru berlangsung 4 tahun sejak Dua Garis Biru. Saya belum menonton film Dua Garis Biru, tetapi saya bisa langsung menebak kalau ceritanya miriplah dengan Pernikahan Dini. Sesungguhnya saya tidak terlalu suka dengan cerita yang seolah menerima pernikahan usia muda, tetapi melihat akting Farell Rafisqy yang jadi Adam, anak usia 4 tahun dari Dara (Fa Aisha Nurra Datau) dan Bima (Angga Yunanda), saya memutuskan untuk lanjut menontonnya.

Biar rumah ngontrak di gang, asalkan hidup bersama keluarga inti (pasangan dan anak)

Karena ini merupakan sequel, awal film ini langsung menunjukkan bagaimana keseharian Bima dalam mengurus anaknya Adam. Mereka tinggal di rumah orang tua Bima. Dara tidak tinggal bersama mereka, karena dia melanjutkan sekolahnya ke Korea. Setiap ada kesempatan, Dara akan video call dengan Bima dan Adam. Dengan kata lain, Adam mengenali ibunya melalui layar ponsel.

Masalah mulai ada ketika Dara kembali ke Indonesia. Dengan berbagai pertimbangan Dara kembali ke Indonesia dan berharap mereka bisa berkumpul sebagai keluarga yang utuh. Tentunya bisa ditebak, namanya anak kecil, tidak semudah itu langsung dekat dengan mamanya yang selamai ini hanya terlihat di layar ponsel.

Akting anak kecil dalam film ini patut dipuji. Berbagai scene yang menggambarkan dia sebagai anak kecil yang lebih memilih orang lain selain mamanya, bikin saya ikut memaklumi kenapa dia tidak mau langsung dekat dengan mamanya.

Berbagai cara diusahakan oleh Dara untuk membuat Adam dekat dengannya lagi. Mereka bahkan memutuskan untuk mengontrak rumah supaya tidak ada orang lain yang bisa dipilih Adam. Tetap saja tidak semudah itu. Ketika Bima pergi bekerja, Dara berusaha segala cara supaya Adam yang menyukai ikan bisa menjadi dekat padanya.

Lambat laun, Adam akhirnya mulai menerima keberadaan ibunya. Tetapi kenyataan ekonomi berkata lain. Akhirnya Dara mencari pekerjaan. Tentu saja Dara sebagai lulusan dari Korea bisa lebih mudah dan lebih menghasilkan uang daripada Bima yang hanya bekerja di tempat permainan anak-anak.

Permasalahan dalam rumahtangga biasanya bermula dari masalah ekonomi. Merembet ke masalah ego masing-masing pihak yang akhirnya membuat komunikasi jadi terhambat. Berbagai masalah semakin parah karena Dara yang merasa tidak berguna di keluarga kecilnya (karena mertuanya merasa Dara tidak becus jadi Ibu) dan Bima yang ternyata merasa diinjak-injak harga dirinya karena tidak bisa menghasilkan uang untuk memberi makan anak dan istrinya.

Klasik ya permasalahan rumah tangga seperti ini. Tetapi saya suka dengan film ini karena ada banyak pesan yang bisa diambil dan dipelajari. Pelajaran dan nasihat yang diberikan juga tidak bertele-tele dan dilengkapi dengan contoh langsung.

Kesan Menonton Film Dua Hati Biru

Pemeran anak kecilnya pintar nih aktingnya

Ceritanya berjalan cukup cepat. Plot ceritanya juga cukup banyak membuat ibu-ibu bisa relate walaupun bukan ibu yang menikah di usia muda. Buat yang nikah usia muda, mungkin malah perlu menonton film ini supaya pikir matang-matang dulu sebelum memutuskan menikah.

Buat yang masih belum matang jalan pikirannya, mereka mungkin berpikir menikah itu ala film di negeri dongeng yang selalu berakhir dengan mereka hidup bahagia selamanya setelah episode pernikahan. Tetapi, buat yang sudah menjalani kehidupan pernikahan pasti lebih paham kalau episode pernikahani itu merupakan awal dari berbagai episode kehidupan lainnya yang gak selalu mulus tetapi kalau kita bisa melewatinya kita menjadi bertumbuh menjadi manusia yang lebih baik.

Pelajaran dari Film Dua Hati Biru

Ada beberapa pelajaran yang menjadi pesan dari film Dua Hati Biru ini:

1. Anak itu bisa merasakan suasana hati orang tuanya. Kalau orang tua sedih, anak juga ikut sedih. Kalau kedua orang tuanya marah-marah, anak juga ikut marah-marah. Anak itu emosinya belum stabil, jadi sebagai yang udah lebih dewasa, kita perlu belajar untuk menahan emosi di depan anak-anak.

2. Pernikahan itu perlu komunikasi tanpa campur tangan orang tua. Tinggal di rumah orang tua mungkin bisa meringankan biaya sewa rumah, tetapi ada kemungkinan kita akan selalu bergantung pada orang tua untuk mengurus berbagai hal termasuk anak kita. Selain itu tentunya, dalam membuat berbagai keputusan, kita tetap terilhat seperti anak-anak di depan orang tua kita.

3. Masalah ekonomi harus dicari jalan keluarnya. Bukan dengan ego, tetapi dengan tindakan nyata. Kalau memang misalnya sebagai laki-laki merasa belum mampu memberikan apa yang dibutuhkan di rumah, ya belajarlah supaya bisa dapat pekerjaan lebih baik. Atau kalau memang malas belajar, terima aja kalau istri yang lebih menghasilkan. Tapi emang lebih baik kalau suami jangan terima nasib begitu saja sih.

4. Untuk istri yang penghasilan lebih tinggi dari suami, jangan malah jadi sombong dan mengecilkan peran suami. Suami tetap harus dihargai. Pernikahan itu kan janji 2 orang, bukan satu orang saja. Kalau mau pernikahan berhasil, ya kedua pihak harus bekerjasama. Komunikasi adalah kunci. Sampaikan pesan dengan menyatakan apa yang kita rasakan bukan sekedar tuntutan.

5. Sebagai orang tua, kita tidak sempurna dan jangan ragu meminta maaf kepada anak kalau memang kita melakukan kesalahan. Jangan sampai anak jadi korban karena ego dari masing-masing orang tuanya.

Rekomendasi

Sekali lagi, film ini bukan mendukung orang untuk nikah muda, justru mengingatkan kalau pernikahan itu tak mudah terutama untuk yang masih terlalu muda, karena ujung-ujungnya akan mentok di masalah ekonomi, selain ego yang belum stabil juga.

Buat yang mau tahu apa saja masalah yang bisa dihadapi keluarga muda, terlepas dia dari keluarga kaya atau rata-rata, langsung saja deh tonton film ini di Netflix. Gak harus nonton prekuelnya dulu kok.

Pesan terakhir: Jangan sampai keputusan nikah usia muda membuat anak menjadi korban karena orang tua yang tak siap menjadi orang tua.


Posted

in

,

by

Comments

Leave a Reply