Induk Gajah (S2), Trauma Seorang Perempuan Batak

Serial Induk Gajah ada lanjutannya! Setelah Ira dan Marsel yang awalnya pura-pura mau dijodohkan dan akhirnya berjodoh di pelaminan. Serial Induk Gajah season 2 ini mau berbagi realita kehidupan Ira dan Marsel setelah hampir 2 tahun menikah. Berbagai tuntutan atau ekspektasi dari keluarga Marsel bikin Ira jadi tertekan batin.

Walaupun kisahnya sangat realistis dan penuh masalah hidup, penyajian drama ini masih tetap lucu dan bikin tertawa-tawa menontonnya. Walaupun harus saya akui, ada bagian di tengah-tengah yang bikin saya jengkel dan ada bagian menjelang akhir yang bikin saya ikut meneteskan air mata.

Kalau mencari hiburan lucu, asli Indonesia dan sekaligus ingin belajar tentang kelakuan orang Batak pada umumnya, serial ini wajib kamu tonton! Tapi kalau masih ragu-ragu, yuk baca dulu sekilas review dari saya. Atau kalau belum menonton Serial Induk Gajah Season 1, bisa juga baca reviewnya dan cuss langsung ke Prime Video untuk menontonnya. Para pemerannya juga masih sama, jadi saya tidak akan menuliskan lagi para pemerannya di season ke-2 ini.

Orang tua dan tuntutannya

Setelah menikah, Ira dan Marsel tinggal di pondok mertua indah alias di rumah orang tua Marsel. Di akhir pekan, mereka menginap di rumah mamaknya Ira. Ira yang masih bekerja sering pulang larut malam. Mertuanya selalu menunggu sampai Ira pulang, dan tentu saja penuh nasihat ini dan itu tentang tak baik pulang malam yang ujungnya adalah… “kapan lagi kalian mau bikin anak?”

Punya anak laki-laki

Tuntutan utama dari orangtua Marsel (dan bahkan dari Marsel sendiri) adalah ingin memiliki anak laki-laki. Memang sih, bukan rahasia lagi kalau di keluarga Batak, anak laki-laki adalah penerus marga. Cerita musim pertama juga fokus orangtua Marsel adalah mengupayakan dia menikah dengan gadis batak juga tujuannya supaya anaknya galur murni orang batak.

Tetapi sampai setahun lebih menikah, Ira belum hamil juga. Parahnya sebenernya bukan cuma orang tua Marsel yang mendambakan cucu, mamaknya Ira juga sama aja. Dengan kocak, mamaknya Ira digambarkan sampai tahu siklus ovulasi Ira dan paling duluan nyuruh Ira tes kehamilan kalau terlambat datang bulan sedikit saja.

Gak boleh pisah rumah

Karena merasa tidak bisa bebas di rumah mertua, Ira mencari cara dan membujuk Marsel supaya mereka pisah rumah dari orang tua. Jelas saja ide ini ditolak oleh mertuanya. Apalagi ceritanya kan Marsel ini cukup kaya, rumahnya besar dan cukup untuk semua orang. Tapi memang mana enak sih kalau terlambat kerja selalu ditungguin mertua seperti itu.

Setelah mencari rumah kontrakan yang harganya terjangkau, akhirnya mereka berhasil bernegoisasi dengan orangtua Marsel untuk hidup terpisah. Katanya sih, supaya lebih deket ke kantor dan janji akan segera bisa hamil.

Kebohongan berlanjut

Ira dan Marsel mengawali hubungannya dengan pura-pura menerima perjodohan yang dilakukan orangtuanya. Setelah menikah, mereka ternyata lagi-lagi berbohong soal usaha hamil. Mereka bilang mereka sudah usaha, tetapi ternyata mereka memang sengaja menunda punya anak. Marsel sebenarnya tidak sabar juga ingin punya anak laki-laki, dia sudah mengumpulkan berbagai brosur untuk membawa anaknya berlatih olahraga, musik, sekolah bahkan namanya saja dia sudah punya. Tetapi Marsel menyetujui permintaan Ira yang ingin menunda kehamilan.

Saya pikir awalnya Ira tidak ingin langsung punya anak karena dia tidak ingin berhenti kerja kalau anaknya lahir. Ternyata, ada alasan lain yang baru diceritakan menjelang akhir dari serial yang hanya 8 episode dengan durasi sekitar 40 menit ini.

Namanya kebohongan pasti akan terbongkar juga. Konflik terjadi ketika ibu Marsel tahu ternyata mereka sengaja menunda kehamilan tanpa memberitahukan ke orang tua. Ibunya Marsel ini tipikal ibu-ibu batak yang gak bisa ditawar. Pokoknya kalau dah mengamuk, susah membujuknya.

Trauma Masa Kecil

Biasanya, ketika ada tuntutan dari orang lain, banyak orang memilih jalan aman dengan mengiyakan saja, padahal kemudian berbohong seperti Ira dan Marsel ke orangtua mereka. Nah, tetapi ketegangan dari tuntutan punya anak laki-laki ini dan kombinasi dengan tugas Ira yang menginterview seorang wanita yang ditinggalkan oleh suaminya membuat Ira jadi sensitif banget.

Awalnya saya pikir, Ira yang gampang menangis itu karena ada perubahan hormon alias tak sadar kalau dia hamil. Ternyata diceritakan kalau sebagai anak perempuan yang melihat bagaimana dia dan ibunya ditinggalkan bapaknya karena mamaknya nggak melahirkan anak laki-laki seperti harapan, membuat dia jadi trauma.

Ira berpikir apa jadinya kalau misal dia hamil tetapi tidak bisa memberikan anak laki-laki. Apakah Marsel dan keluarganya akan membuang dia dan anaknya seperti bapaknya yang menghilang dari kehidupan dia dan mamaknya?

Sebagai anak perempuan batak, saya tidak pernah terpikir loh tentang hal ini. Saya nggak pernah kepikir kalau anak perempuan batak itu tidak diinginkan. Tetapi untuk kasus Ira ini, saya bisa mengerti kenapa dia bisa sampai trauma begitu. Memang banyak loh kasus rumahtangga berpisah atau bahkan ada wanita lain demi mendapatkan anak laki-laki di keluarga batak.

Laki-laki yang menentukan anaknya jadi laki-laki atau perempuan (sumber: ruang guru)

Mereka menuntut anak laki-laki dan menyalahkan perempuan yang tidak bisa memberi anak laki-laki. Seharusnya mereka belajar biologi lagi supaya tahu kalau penentu anak laki-laki itu ada di laki-lakinya, bukan di perempuannya.

Komunikasi adalah Kunci

Dari semua episode yang ada, saya sempat kesal ketika Ira menghindar dari Marsel dengan menggunakan pekerjaan di kantor jadi alasan. Apalagi berikutnya ketika Marsel nggak sengaja bertemu dengan Anita (mantannya dari musim pertama), yang padahal bersama dengan pasangannya Romi, bikin Ira cemburu dan nggak mau mendengarkan penjelasan Marsel. Padahal Marsel masih sabar aja ketika melihat Ira yang menangis dan ditenangkan oleh Andre bosnya.

Potensi keributan makin banyak memang kalau ada rahasia di antara pasangan. Apalagi berikutnya orang tua Marsel tahu tentang kebohongan mereka yang dengan sengaja menunda kehamilan. Makin runyam kan jadinya.

Untungnya, orang batak itu ada tradisi “Mandok Hata” alias mengucapkan dengan kata-kata. Jadi seperi kata pepatah, dalamnya laut bisa diduga, dalam hati siapa yang tahu. Tradisi mandok hata ini memberi kesempatan kita mengungkapkan secara verbal apa yang kita rasakan, pikirkan dan termasuk ketika kita dengan tulus mengaku salah dan meminta maaf kepada orangtua kita.

Marsel dan Ira juga bisa berbaikan kembali setelah mereka mau mendengarkan penjelasan satu sama lain. Mereka juga akhirnya berbaikan dengan orang tua Marsel setelah mereka meminta maaf di acara Mandok Hata di malam tahun baru.

Sebenarnya sih, mandok hata ini bukan hanya dilakukan di malam tahun baru. Hampir setelah berbagai kegiatan keluarga besar, terutama kalau yang hadir adalah orang-orang yang jarang bisa dikumpulkan, pasti akan ada bagian ngobrol yang miriplah dengan kegiatan mandok hata.

Tapi kegiatan di malam tahun baru memang terasa lebih istimewa. Mungkin karena momen tahun baru itu seperti membuka lembaran baru, dan waktunya cuci gudang alias mengungkapkan tekat baru untuk memperbaiki hubungan dengan keluarga.

Happy Ending?

Kalau kata saya cukup hepi ending. Setidaknya di akhir cerita mereka sudah lebih menerima alasan masing-masing orang. Marsel dan orang tuanya juga sudah berbaikan. Ira dan Marsel juga semakin solid saja. Tapi kalau berharap ditunjukkan apakah mereka berhasil mendapatkan anak laki-laki, nah ini sih mungkin nanti kalau mau ada season 3 ya.

Saya masih belum jadi membaca buku Induk Gajah yang menjadi dasar dari serial ini, mungkin setelah ini saya akan mencari lagi buku Induk Gajah di Gramdig atau ipusnas. Yuklah kalau mau ditonton langsung saja ke PrimeVideo.


Posted

in

,

by

Comments

One response to “Induk Gajah (S2), Trauma Seorang Perempuan Batak”

  1. […] karena sudah ada film Ngeri-ngeri Sedap dan serial Induk Gajah yang mana Tika Panggabean jauh lebih cocok jadi mamak-mamak batak dan pemeran pendukung lainnya […]

Leave a Reply