review buku critical eleven ika natassa

Buku Critical Eleven Ika Natassa

Awalnya maju mundur mau mendengarkan buku ini di Storytel. Buku Critical Eleven merupakan buku karya Ika Natassa pertama yang saya baca (walaupun bukan karya pertama Ika Natassa). Judulnya dan ringkasan ceritanya yang menjelaskan tentang 11 menit pertama dalam penerbangan sebenarnya hanya pembuka cerita saja. Tapi cara bercerita dan konfliknya ternyata cukup menarik untuk didengarkan sampai habis. Iya, cerita ini menarik didengarkan karena dibacakan oleh Adinia Wirasti, yang belakangan saya ketahui ternyata adalah pemeran wanita utama saat buku ini difilmkan.

critical eleven di storytel
Bukunya bisa didengarkan di Storytel

Kesan pertama dari penjelasan tentang penerbangan dan segala sesuatu yang bisa terjadi di saat pesawat lepas landas, membuat saya bersyukur mendengarkannya baru setelah pulang dari liburan. Haduh kalau mendengarkannya sebelum terbang, rasanya pasti jadi tambah deg-degan. Eh tapi ceritanya ini bukan tentang teknis penerbangan ataupun cerita pramugari seperti buku Keberangkatan karya N.h. Dini. Cerita buku Critical Eleven karya Ika Natassa ini drama yang berawal romantis dan manis, sejenis too good to be true dan terlalu sempurna tapi jadi penuh dengan melodrama dan air mata.

Sebelum saya cerita panjang lebar, sepertinya saya beritahu dulu lebih banyak tentang buku ini dan penulisnya.

Tentang Buku Critical Eleven dan Ika Natassa

Nama Ika Natassa sudah sering saya dengar, tapi entah kenapa kebanyakan komentar yang saya dengar itu sifatnya kebanyakan kritik. Ketika saya membaca berbagai review di goodreads tentang novel ini, banyak nada serupa yang mengatakan kalau Ika Natassa ceritanya overrated dan tokoh wanitanya terlalu berlebihan.

Dari membaca berbagai komentar negatif yang ada, terutama dari pembaca yang sudah membaca beberapa karya Ika Natassa. Kesimpulannya sepertinya mereka berharap lebih dari penulis, tapi mereka mendapatkan kalau cerita dari penulis ini ya nadanya begitu-begitu saja. Saya tidak akan menyalahkan para pembaca ataupun penulis, karena saya sendiri pernah mengalami rasa dejavu ketika membaca lebih dari 1 penulis yang sama dan mendapatkan plot yang sangat mirip dan bahkan sampai cara penyelesaian konfliknya.

Terlepas dari semua komentar negatif yang ada, buku setebal 344 halaman yang berisikan cerita dengan menggunakan bahasa Indonesia dan selipan bahasa Inggris di mana-mana, buku ini cukup menghibur buat saya dengarkan. Rasanya seperti mendengarkan sandiwara radio saja. Seperti biasa, saya mendengarkannya dengan mempercepat audionya, tentunya supaya tidak terasa dragging, hehehe.

Buku ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama di tahun 2015 dan difilmkan di tahun 2017. Versi audionya baru tersedia sejak bulan Mei tahun 2022 ini. Saya belum menonton filmnya. Bahkan saya baru mencari tahu tentang penulis dan karya-karyanya setelah menyelesaikan mendengarkan buku Critical Eleven ini.

Ada banyak bagian dari buku ini yang mengutip berbagai referensi film dan buku romantis lainnya. Untuk yang sudah banyak menonton dan membaca mungkin akan sangat relate, tapi kalau belum pun referensi tersebut bisa buat acuan kalau suka dengan jenis cerita romantis.

Membaca buku ini juga membuat saya belajar untuk memahami kenapa tokohnya terasa lebay, benarkah lebay atau memang akan sedahsyat itu kalau mengalami masalah yang dihadapi si tokoh. Karena saya tidak pernah menghadapi masalah yang sama, saya berusaha untuk menerima saja kalau memang setiap orang berbeda dalam menghadapi masalahnya. Saya sendiri tanpa sadar bisa saja berlebihan menghadapi masalah yang tidak seberapa dibandingkan masalah yang dihadapi Anya dan Ale, tokoh dalam buku Ika Natassa ini.

Cerita dan Konflik di Critical Eleven

Cerita dibuka dengan penjelasan tentang apa itu critical eleven. Kisah klise pertemuan antara Anya dan Ale di penerbangan menuju Sydney. Mereka duduk bersebelahan dan sama-sama orang yang sebenarnya tidak suka basa-basi dengan orang yang baru dikenal di pesawat. Tapi, kalau mereka tidak ngobrol, ya ceritanya tentu nggak berlanjut dong.

Singkat cerita, dari obrolan yang awalnya kaku, ternyata mereka adalah 2 orang yang sepertinya memang tercipta untuk satu sama lain. Romansanya mulussss seperti jalan tol bebas hambatan. Apalagi cerita bergantian dari Ale dan Anya, pembaca (atau kalau saya pendengar) mendapatkan ceritanya lebih lengkap karena jadi tahu juga apa yang dipikirkan masing-masing tokoh.

Tapi, buku ini bukan tentang usaha mengejar cinta yang berakhir di altar pernikahan dan mereka hidup bahagia selamanya. Karena memang, cerita romansa seperti itu sih udah lah banyak di mana-mana. Cerita kali ini tentang Ale dan Anya yang setelah 3 tahun pernikahan harus menghadapi kenyataan, bahwa anak yang mereka tunggu-tunggu harus meninggal setelah 9 bulan di kandung Anya.

Oh ya, latar belakangnya Ale ini kerja di Rig, Anya kerja di perusahaan konsultan. Ini cerita bukan cerita orang biasa-biasa. Mereka orang yang bisa dibilang punya segalanya. Cantik dan ganteng, berpendidikan, pekerjaan bagus, keluarga baik-baik, pokoknya semuanya sempurna. Tapi, karena Ale kerja di pengeboran minyak, ada bagian di mana mereka menjalani pernikahan jarak jauh yang bertemu selama sebulan dan selang waktu beberapa bulan terpisah.

Jadi memang bisa dimengerti, kenapa Anya tetap bekerja walaupun Ale bisa saja menafkahinya lebih dari cukup. Bisa dimengerti juga kenapa butuh waktu agak lama sampai mereka berhasil hamil. Pastinya mereka sudah sangat menantikan buah hati mereka dong.

Kenyataan pahit bahwa Aiden yang meninggal setelah dikandung 9 bulan ini mungkin bukan hanya ada dalam cerita fiksi. Saya tidak bisa membayangkan perasaan Anya ataupun Ale. Konflik cerita ini dimulai ketika Ale tanpa sadar mempersalahkan Anya yang masih saja sibuk bekerja ketika hamil dan menyebabkan anak mereka meninggal. Anya yang merasa lebih berhak berduka karena sudah mengandung 9 bulan dan harus kecewa karena tidak bisa melakukan semua hal yang sudah dia bayangkan sebelumnya dengan anaknya, tentu saja merasa sakit sekali dipersalahkan oleh suami sendiri. Dia merasa kehilangan kepercayaan kalau Ale masih bisa memberikannya rasa bahagia.

Banyak yang berkomentar kalau buku ini terlalu muter-muter untuk menjelaskan permasalahan Ale dan Anya. Tapi saya malah jadi bertanya-tanya dan memuji, bagaimana metode riset yang dilakukan Ika Natassa untuk menyelami perasaan seorang ibu yang kehilangan anaknya di saat sudah hampir waktunya banget lahir.

Saya tidak bisa membayangkan kedukaan yang mereka alami, saya juga tidak bisa membayangkan perasaan seorang ibu dipersalahkan oleh suaminya akan sesuatu yang dia sendiri tidak inginkan terjadi. Jadi kalau menurut saya sih bisa jadi ada yang lebih parah konfliknya dari Ale dan Anya di dunia nyata. Saya salut dengan Ika Natassa yang mampu menuliskan cerita ini dan saya tidak merasa kalau konflik Ale dan Anya ini berlebihan.

Bagaimana Ika Natassa menyelesaikan konflik antara Ale dan Anya? Apakah mereka akhirnya akan bersama lagi? Apakah ending cerita ini masuk akal atau another too good to be true? Ini sih kembali ke selera pembaca ya. Kalau saya tuliskan di sini, nanti nggak seru lagi membacanya.

Kesimpulan

Dari membaca buku ini, saya berkesimpulan kalau namanya selera setiap orang itu berbeda. Kita tidak bisa ikut-ikutan tidak membaca karya seseorang hanya karena review orang lain. Semua review itu subjektif terhadap mood dan apa yang diketahui oleh penulis reviewnya.

Mungkin review saya akan berbeda kalau saya sudah membaca beberapa karya Ika Natassa. Mungkin juga saya bisa jadi tidak suka dengan gaya ceritanya yang lain. Jadi kalau memang mau baca buku, ya baca saja sendiri, setidaknya bacalah beberapa bab pertama.

Oh ya, untuk yang akan terbang atau yang sedang hamil, mungkin sebaiknya jangan baca buku ini. Agak khawatir nanti jadi overthinking gara-gara buku ini atau terbawa perasaan dengan tokoh yang ada di buku ini.

Tapi ya overall sih gaya berceritanya cukup menarik dan mengalir. Beberapa alur maju mundur dan cerita dari 2 sisi tokoh utamanya bisa membuat cerita terasa lebih lengkap walau ada banyak hal yang jadinya diulang-ulang.

Apakah saya akan mendengarkan karya Ika Natassa yang lain? Hmm… tergantung ada di Storytel atau nggak dan apakah ceritanya berbeda dengan yang ini.

Ada yang sudah pernah membaca buku ini? Ada pendapat berbeda dengan saya tentang buku ini? Yuk tulis di komentar.


Posted

in

,

by

Comments

Leave a Reply