Isi tulisan ini
Minggu ini, Kelas Literasi Ibu Profesional memberikan tema tantangan menulis tentang surat dan pak pos yang hampir terlupakan. Ketika berbicara surat dan Pak Pos, entah kenapa saya langsung teringat lagu Vina Panduwinata tentang surat cinta yang pertama. Tapi, cerita kegiatan surat-suratan saya sudah pernah saya tuliskan deh, jadi saya mau cerita yang lain lagi.
Sempat terpikir juga menuliskan cerita You’ve Got Mail yang selalu disebut setiap ngomongin surat elektronik. Tapi topik tentang surat elektronik yang menyebabkan pak Pos semakin jarang mampir ke rumah juga sudah pernah saya tuliskan.
Tapi saya jadi melihat benang merah antara lagu Vina Panduwinata dan film You’ve Got Mail. Keduanya bicara tentang cinta. Topik cinta ini memang sering memberikan bumbu untuk karya lagu ataupun produk fiksi lainnya.
Surat dan Cinta
Jaman sekarang, mungkin sudah jarang ada cerita fiksi dengan kisah cinta yang dijalin dengan surat-menyurat. Ya terang saja, mengirimkan surat itu butuh usaha yang lebih dibandingkan menuliskan surat elektronik, ataupun melaui pesan instan.
Mulai dari memilih kertas yang wangi, menuliskan kata-kata yang ingin dituliskan (dan kalau ada salah tulis agak susah menghapusnya biar tetap bersih), mengantarkannya ke kantor pos/ membeli perangko dulu untuk kemudian memasukkannya ke bis surat. Setelah itu duduk manis menunggu pihak di seberang sana menerima suratnya dan entah berapa lama yang dibutuhkan untuk balasannnya sampai kembali.
Tapi, surat tulis tangan itu memang terkesan lebih romantis. Usaha dan waktu yang dibutuhkan menunjukkan usaha yang besar untuk menyampaikan kabar dari yang tersayang.
Walaupun surat jaman dulu isinya bukan melulu surat cinta, semua yang bersurat-suratan pastilah karena mereka ada level kepedulian terhadap orang yang mereka kirimi surat.
Coba ingat-ingat, kapan kalian terakhir menerima surat? Baik itu yang dikirim melaui pos atau yang dititipkan/disampaikan langsung? Apakah rasa hati menerimanya lebih tersentuh dibandingkan menerima pesan instan di ponsel yang terkadang masuk kapan saja dalam 24 jam?
Surat dalam Kisah Romantis
Beberapa waktu lalu, saya sudah pernah menuliskan tentang sebuah film Korea Waiting for Rain. Ceritanya terasa lambat dan tokoh utamanya digambarkan bertemu dan berkomunikasi melalui surat. Kisahnya memang diceritakan berlangsung antara tahun 2003 – 2011. Masa itu, ponsel belum seperti sekarang yang harganya relatif lebih murah.
Dari judulnya tentang hujan dan cerita kalau mereka saling berkirim surat, sudah pasti ini cerita romantis yang semi melodrama. Saya pikir, saya akan bosan menonton film ini, tapi ternyata, ada faktor yang membuat saya merasa ingin tahu kelanjutannya dan ikut menunggu-nunggu mereka bertemu.
Oh ya, ceritanya mereka beda kota, makanya surat-suratan. Kalau satu kota, ada kemungkinan langsung datang ya, hehehe. Kalau kamu penulis fiksi genre romantis dan sedang mencari ide cerita, sepertinya ide surat-suratan ini bisa banget menambah kesan romantisnya.
Pak Pos dalam Kdrama Navillera
Buat yang belum menonton drakor Navillera, mungkin hanya mengetahui cerita ini tentang kakek-kakek belajar balet. Tapi, buat yang sudah menonton, pasti tahu dong, kalau kakek Shim Duk Chool yang diperankan Park Im Hwan adalah seorang tukang antar surat alias pak pos di masa mudanya.
Dari drama Navillera itu, saya bisa melihat kalau kehidupan seorang pak pos itu ya sederhana. Bahkan bisa dibilang cukup memprihatinkan pada awalnya. Bagaimana hidup yang pas-pas an itu membuat anak pertamanya ketika besar jadi agak salah konsep tentang uang.
Padahal ya, pak pos itu kan ceritanya membawa berita bahagia (surat cinta, wessel pos, kartu pos dan sekarang paket), tapi kalau ingat dengan drakor Navillera, kok jadi merasa kasian pak Pos yang hanya membawa bahagia tapi gak selalu bahagia.
Surat jadi Buku
Setelah memberi contoh film dan drama Korea, kok rasanya nggak adil kalau tidak bercerita tentang kumpulan surat R.A. Kartini yang dijadikan buku. Kumpulan surat Kartini mungkin bukan surat cinta romantis.
Surat yang berisi gagasan dan pemikiran dari R.A. Kartini yang menunjukkan keinginan hatinya untuk belajar dan memberi kesempatan belajar juga untuk kaum Wanita Indonesia.
Kumpulan surat menjadi buku ini bisa ditiru loh, kalau tidak bisa menulis buku sekali duduk, tulis aja sedikit demi sedikit untuk menjadi buku. Tapi jadinya bukan surat yang dikirim ke orang lain, tapi surat yang dikirim dan dikumpulkan oleh diri sendiri, heheheh..
Penutup
Menuliskan tentang surat dan pak pos ini saja rasanya hati jadi hangat. Mengingat-ingat lagi semua surat yang pernah saya terima dan sebagian masih tersimpan rapi di laci hati. Surat fisiknya bisa jadi sudah entah di mana, tapi kesannya masih melekat dan tersimpan di memori.
Kalian punya cerita apa tentang surat dan pak pos yang sekarng sudah banyak diambil alih perannya oleh jasa pengiriman paket? Yuk ikutan berbagi cerita di komentar!
Leave a Reply