Sejarah, Tulisan, Gajah Mada dan Palapa

Mamah Gajah Ngeblog kalau bikin tantangan menulis selalu saja tak mudah. Kali ini malah ngajakin bikin tulisan tentang sejarah Indonesia dari sisi yang berbeda dan perlu melakukan riset kecil-kecilan.

Sempat bingung sejenak mau menulis apa, karena saya bukan orang yang terlalu suka dengan sejarah. Tetapi setelah mendengar cerita pak suami tentang Gajah Mada nggak pernah makan tiwul (nasi singkong), atau sarapan tempe kedelai sambil minum teh panas, saya jadi kepikiran menuliskan sedikit tentang Gajah Mada di tulisan ini.

Sejarah dan Tulisan

Sebelum bercerita tentang Gajah Mada yang tidak pernah makan tiwul, saya mau menuliskan sedikit tentang sejarah dan tulisan itu sendiri. Sejarah bisa diketahui kalau ada yang mendokumentasikannya. Menurut Wikipedia Indonesia, sumber-sumber sejarah itu bisa berupa dokumen, artefak, situs arkeologi, temuan, transmisi lisan, prasasti batu, gambar (foto, film), dan sejarah lisan. Bahkan relikui dan reruntuhan kuno, secara umum, adalah sumber sejarah.

Kalaupun awalnya berupa sejarah lisan, sejarah semakin akurat setelah ada catatannya alias tulisannya. Kalau pada awalnya mungkin dicatat pada batu, tetapi seiring dengan kemajuan peradaban manusia, catatan sejarah semakin banyak berupa tulisan yang bisa menjadi bahan penelitian sejarah saat ini.

Masih bersumber dari Wikipedia tentang Sejarah Indonesia, saya bisa melihat kalau catatan tentang wilayah Nusantara yang sekarang menjadi Indonesia semakin banyak saat sudah memasuki era kolonial alias ketika mulai dijajah asing. Catatan yang ada tentang masa sebelumnya juga berasal dari catatan dari negeri asing.

Saya jadi bertanya-tanya, kira-kira kenapa ya tidak banyak catatan tentang masa sebelum penjajahan di Indonesia? Mungkinkah karena masyarakat kita masih belum mengenal tulisan, atau mungkin juga karena malas menulis saja?

Saya jadi ingat tulisan sepupu saya tentang bagaimana orang Belanda yang rajin sekali mencatat dan mengarsipkan berbagai hal. Bahkan catatan tentang Indonesia sepertinya lebih lengkap dia temukan di museum di Belanda daripada di Indonesia. Setiap kali mengingat tentang hal ini, saya jadi tersemangati untuk tetap menulis blog tentang berbagai hal. Siapa tahu tulisan saya di kemudian hari menjadi bagian dari sumber sejarah, hehehe.

Sejarah itu cerita yang (seharusnya) menarik

Sejarah itu cerita. Seharusnya sejarah itu bisa diajarkan dengan lebih menarik dan bukan berupa hapalan seperti jaman saya belajar dulu.

Salah satu contohnya banyak sejarah Korea dijadikan bagian dari drama Korea, dan itu bikin penontonnya tergerak mencari tahu fakta dari peristiwa yang menginspirasi sebuah cerita fiksi yang diangkat ke layar kaca.

Contoh lain ada banyak tayangan sejarah di Netflix berupa film dokumenter termasuk bagaimana Netflix mengubah acara podcast 8 Minutes History menjadi 8 Minutes History on stage yang durasinya tentu saja lebih dari 8 menit.

Sayangnya, saya belum melihat Netflix mengangkat cerita Gajah Mada jadi film ataupun dokumenter. Mudah-mudahan saja industri film di Indonesia mulai melirik cerita sejarah Nusantara dan menjadikan lebih banyak orang tertarik dengan sejarah Indonesia.

Kenapa Gajah Mada?

Seperti saya sebutkan sebelumnya, tulisan saya ini terkait dengan tulisan pak suami yang membahas Gajah Mada tidak pernah makan tiwul.

Jadi ceritanya ketika mudik kemarin, kami secara tidak langsung melepas rindu dengan berbagai makanan yang hanya ada di indonesia seperti Brem dan Wingko. Ternyata mulai dari Brem dan Wingko, pak suami malah melakukan riset kecil-kecilan dan menemukan ternyata banyak hal belum ada pada jaman Gajah Mada.

Jadi, berdasarkan sumber yang kebanyakan dari Wikipedia, Gajah Mada itu hidupnya sekitar tahun 1290 – 1364. Brem sudah ada sejak sekitar tahun 1000-an menurut literatur bahasa Jawa. Walaupun sudah ada catatan tentang Brem, tidak ada banyak catatan tentang apa sih yang dimakan pada jaman Gajah Mada.

Makanan berikut yang kita kenal sekarang seperti tempe, jagung, cabe, teh, mangga, kopi, singkong, wingko bahkan coca-cola, semuanya itu masuk setelah abad 15. Setidaknya tercatatnya setelah abad ke-15.

Kepulauan Nusantara pada masa Kerajaan Majapahit (sumber: Wikipedia)

Mungkin ada yang bertanya-tanya, kenapa membuat penelitian makanan dan minuman Indonesia berdasarkan Gajah Mada? Apa hubungannya dengan sejarah Indonesia?

Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog di bulan Agustus ini mengajak menelaah Sejarah Indonesia dari sisi yang berbeda. Kalau mau bicara sejarah Indonesia, kita tidak boleh lupa dengan peran Gajah Mada yang pertama kali berusaha mempersatukan wilayah nusantara yang sekarang dikenal dengan Indonesia.

Sejarah Indonesia tentu saja tidak lepas dari sejarah Nusantara. Maka saya mencoba mencari tahu tentang Gajah Mada dan Sumpah Palapa dari sisi yang berbeda.

Gajah Mada dan Sumpah Palapa

Sumber Wikipedia on X

Menurut kitab Pararaton, kata Nusantara disebutkan oleh Gajah Mada dalam sumpahnya sebagai mahapatih di kerajaan Majapahit. Dia ingin mempersatukan wilayah kepulauan yang sekarang merupakan wilayah Indonesia.

Dulu, saat belajar di sekolah, yang saya ingat disebutkan dalam sumpahnya Gajah Mada tidak akan makan (buah) palapa sampai berhasil mempersatukan wilayah nusantara.

Saya jadi terpikir untuk mencari tahu, emang palapa itu seperti apa? Dari hasil pencarian, saya baru tahu kalau tidak ada yang mengetahui palapa itu seperti apa. Ternyata ada yang memaknai kata palapa dalam sumpah Gajah Mada tersebut bukan artinya buah palapa, tetapi lebih kepada tidak akan berhenti untuk berisitrahat atau menikmati kesenangan sampai berhasil dengan misi menyatukan nusantara.

Apakah sejarah yang saya pelajari dulu salah atau mungkin saya yang kurang rajin mencari tahu?

Jadi apakah makna kata palapa yang sebenarnya? Apakah mungkin memang dulu ada buah palapa tetapi karena tidak ada yang mendokumentasikannya maka kita tidak tahu sekarang ini apa itu buah palapa? Atau mungkin makna yang berarti istiarahat atau menikmati kesenangan lebih masuk akal sebagai arti kata dari palapa?

Sayangnya tidak banyak tulisan tentang Gajah Mada yang ditemukan. Andai saja orang yang sudah bisa menuliskan tentang Brem menulis juga tentang masa Gajah Mada, mungkin kita bisa tahu lebih pasti apa maksud sebenarnya dari palapa yang disebutkan Gajah Mada dalam sumpahnya.

Menjadi bagian dari sejarah

Sejarah itu catatan yang ada di masa lampau. Hari ini akan menjadi masa lampau dari masa depan. Sadar atau tidak, kita sedang menjadi bagian sejarah. Kalau kita tidak tuliskan apa yang terjadi saat ini, generasi mendatang tidak mungkin tahu apa yang terjadi saat ini.

Belajar dari Gajah Mada dan sumpah palapa yang sangat sedikit dokumentasinya, saya mau mengajak pembaca untuk lebih rajin menulis walau hanya berupa tulisan blog. Jangan sampai tulisan sejarah jaman ini digantikan dengan khayalan dari AI semata karena kita tidak rajin menulis seperti yang terjadi di masa hidup Gajah Mada.


Posted

in

,

by

Comments

5 responses to “Sejarah, Tulisan, Gajah Mada dan Palapa”

  1. Ririn Avatar

    Aku kira akan ada ending mencengangkan bahwa buah palapa adalah tiwul.hahaha. iya betul tidak banyak sejarah indonesia yang tertulis, atau yang ditulis suka terpelintir-pelintir isinya, kenapa ya

    1. risna Avatar

      Hahaha ga kepikiran bikin ending antara palapa dan tiwul. Dulu aku mikirnya palapa itu buah kelapa atau buah pala. Baru tau juga kalau itu bahkan bisa jadi bukan nama buah waktu baca2 untuk bikin tantangan ini. Banyak hal yang dulu diipelajari dari buku sejarah ga selalu benar ternyata ya.

      1. Amandra Mustika Megarani Avatar
        Amandra Mustika Megarani

        Kalau saya kepikirannya malah beneran ada buah yang namanya PALAPA. Tapi buahnya udah keburu punah. #Eh

    2. Amandra Mustika Megarani Avatar
      Amandra Mustika Megarani

      Kayaknya ya… tidak banyak tertulis, karena kita budayanya oral. Lebih suka ngobrol dari pada baca/tulis. Biasanya cerita akan diteruskan oleh prasasti atau lagu-lagu rakyat…

      Nah kalau terpelintir, bisa tak sengaja dan disengaja. Kalau tak sengaja, biasanya karena intrepretasi orang kan beda-beda ya melihat peristiwa, tergantung juga orangnya di kubu mana. Kalau disengaja, yah biar imejnta keren dong :D. Seorang pengkhianat bisa jadi superhero.

      Kemarin baru baca cerita bahwa banyak bangunan di Mesir Kuno itu diubah informasinya. Kayak bangunan yang didirikan sama X diganti inskripsinya jadi dibangun sama Y. Pemalsuan sejarah (fake news) bukan hal baru.

  2. srinurillaf Avatar

    Menarik sekali tulisannya, Risna. ?
    Paling suka dengan paragraf penutupnya, jadi makin semangat untuk rajin menulis di blog. Senada dengan hikmah tulisan Teh Shanty.
    Siapa tahu tulisan kita kelak menjadi sumber sejarah yang berharga bagi generasi mendatang.
    Btw, “sepupu” di sini apakah refer ke Teh Dea? Ehehe.

Leave a Reply